Pekanbaru, 15/10 (ANTARA)- Dinas Kehutanan Riau menilai konflik antara perusahaan kehutanan dengan masyarakat lebih disebabkan belum selesainya tapal batas wilayah.
"Belum selesainya tapal batas menyebabkan ketidaktahuan mana wilayah yang boleh digarap dan mana wilayah adat, sehingga menimbulkan konflik," kata Kepala Dinas Kehutanan Riau, Zulkifli Yusuf, di Pekanbaru, Jumat.
Oleh karena itu, ia meminta pembahasan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau secepatnya diselesaikan. Selain itu, pihaknya akan melakukan evauasi semua perizinan baik izin Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun izin Hak Penguasaan Hutan (HPH) yang pernah dikeluarkan.
Pasalnya, penggarapan lahan yang diberikan izin oleh dinas kehutanan selama ini tidak sesuai realitanya, sehingga berpotensi menimbulkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat.
"Potensi konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan di Riau cukup tinggi. Konflik ini sebagian besar dipicu oleh tidak sinkron izin yang dikeluarkan Dishut dengan luaslahan yang akan diproduksi sesuai izin tersebut," jelas dia.
Dikatakan, dalam penerbitan izin produksi perusahaan tersebut memang terdapat kelemahan, sehingga izin yang diterbitkan tidak sesuai praktek dilapangan. Hal ini dapat dilihat dari proses penerbitan izin tanpa dilakukan survey lapangan terlebih dahulu oleh petugas dinas kehutanan, terutama survey tapal batas izin produksi yang dikeluarkan tersebut.
"Inilah pemicu konflik lahan antara perusahaan dengan masyarakat, praktek dilapangan sekarang kan kebanyakan perusahaan itu mengolah lahan tidak sesuai izinnya, sehingga ada lahan masyarakat ikut tergarap," tukas dia.
Untuk itu, kata Zulkifli, penerbitan izin baik HTI maupun HPH pada masa mendatang akan dilakukan survey analisis lapangan tentang batas kawasan izin produksi.
"Permasalahan antara perusahaan dan masyarakat saya kira bisa diselesaikan dengan duduk semeja untuk membahas solusi yang saling menguntungkan," tutup dia.