Asian Games (Tenis Meja) - Petenis Meja Indonesia Perlu Terapkan "Sport Science"

id asian games, tenis meja, - petenis, meja indonesia, perlu terapkan, sport science

Asian Games (Tenis Meja) - Petenis Meja Indonesia Perlu Terapkan "Sport Science"

Pekanbaru (Antarariau.com) - Prestasi tenis meja Indonesia yang tidak kunjung membaik dalam berbagai ajang di tingkat Asia Tenggara dan Asia memunculkan ide perlunya penerapan "sport science" bagi petenis meja dengan harapan bisa mengejar ketertinggalan dari sejumlah negara seperti China, Jepang dan Korea Selatan.

Menurut pengamat tenis meja yang juga mantan Ketua Harian PP PTMSI Hanif Rusjdi di Pekanbaru, Riau Kamis, negara Sakura Jepang merupakan contoh bagaimana sport science diterapkan dengan memunculkan petenis meja andal berusia belasan tahun dengan prestasi dunia seperti Tomokazu Harimoto.

Tomokazu mampu menjadi juara ITTF Jepang terbuka di usia 14 tahun dengan mengalahkan juara dunia dan peraih emas tunggal putera olimpiade 2016 Ma Long. Sementara di bagian puteri Ito Mima yang berusia 15 tahun menjadi juara di event yang sama setelah mematahkan hegemoni juara dunia dari China seperti Wang Mangyu, Liu Shiwen dan Ding Ning.

"Jepang mengembangkan tenis meja menggunakan teknologi, ilmu pengetahuan serta keahlian dengan pola yang bertentangan dengan teori lazimnya. Hasilnya bisa terlihat dengan munculnya petenis meja berusia belasan tahun dengan prestasi dunia," ujar Hanif yang juga mantan petenis meja DKI tersebut.

Jepang menurut Hanif betul-betul menerapkan sport science. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi pola latihan, makan, gizi, relaksasi, psikologis dan lainnya digunakan sedemikian rupa untuk mendorong prestasi atlet. Saat ini olahraga modern sudah tidak mungkin lagi lepas dari sport science.

Ia menyatakan penerapan sport science perlu segera dilakukan untuk petenis meja di Indonesia. Persoalannya dualisme dikepengurusan organisasi tenis meja akan menghambat perkembangan tenis meja itu sendiri.

"Petenis meja Jepang sudah mengembangkan pola baru dalam hal melakukan chop serta memblok smes lawan dengan cara yang tak lazim hingga menghasilan poin disaat poin kritis, Indonesia sudah harus menerapkan sport science agar maju seperti Jepang," tegasnya.

Dalam pandangan Hanif upaya memajukan prestasi petenis meja di Indonesia menghadapi persoalan komplek tidak hanya masalah teknis namun juga nonteknis, namun ia yakin melalui program pembinaan dan kepengurusan yang tepat Indonesia akan mampu berbicara ditingkat Asia Tenggara dan bahkan Asia.

Perlunya penerapan sport science dalam memajukan prestasi atlet di Indonesia juga menjadi pemikiran dari pemerintah. Bahkan Wapres meminta Menpora melibatkan praktisi untuk menerapkan sport science melalui penggunaan teknologi dan ilmu keolahragaan.

"Pak Wapres ingin betul-betul prestasi ini harus dikeroyok agar penyiapan atlet ini dilihat secara detil dengan pendekatan ilmu pengetahuan keolahragaan dan teknologi," ujar Menpora Imam Nahrowi.

Upaya kearah itu telah dilakukan dengan melibatkan tiga perguruan tinggi, masing-masing dari Universitas Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Negeri Jakarta, untuk merumuskan program sport science.

Tak hanya itu, Imam juga membuka peluang bagi para atlet dari kalangan mahasiswa ikut andil membantu Indonesia bersinar di Asian Games 2018. Namun, diperlukan pemantauan secara berkala mengingat kondisi atlet bisa berubah setiap saat.

Sport science merupakan disiplin ilmu yang mempelajari penerapan dari prinsip-prinsip ilmiah dan teknik-teknik yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi olahraga.

Untuk Asian Games XVIII Indonesia menyiapkan tujuh petenis meja putra yaitu Ficky Supit Santoro (Jatim), Donny Prasetya Aji (Jateng), Deepash Anil Baghwani (DKI Jakarta), Luki Purkani (DKI Jakarta), Dennis Darmawan (DKI Jakarta), Gusti Aditya Mua'rif (Papua) dan Bima Abdi Negara (Jabar) serta puteri Gustin Dwijayanti (Jatim), Lilis Indriani (Jateng), Kharisma Nur Hawwa (Jabar), Atikah Dwi Rahayu (Jatim) dan Rina Sintya (DKI Jakarta).