Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau akan mengevaluasi kelanjutan penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) Kaca Mayang, Pekanbaru.
Asisten Pidana Khusus Kejati Riau Subekhan di Pekanbaru, Sabtu, mengatakan evaluasi itu perlu dilakukan menyusul audit dari tim teknis yang menyebut kerugian negara pada proyek senilai Rp7 miliar itu hanya Rp40 ribu, atau dianggap nihil kerugian negara.
"Atas hasil audit masih evaluasi lagi terkait penyelesaian kasus korupsi RTH Kaca Mayang," kata Subekhan.
Subekhan menuturkan bahwa pihaknya telah menerima hasil audit yang dilakukan tim teknis awal Juni lalu. Audit itu sendiri dilakukan oleh tim teknis dengan bantuan pendampingan Kejati Riau pada akhir Februari 2018.
Dia mengatakan dari hasil audit diketahui kerugian hanya Rp40 ribu. Namun, dia tidak merincikan dari mana sumber kerugian tersebut.
Dia menuturkan jika sesuai ketentuan maka kerugian Rp40 ribu dapat dibulatkan nilainya dan dianggap Rp0 atau tidak terjadi kerugian.
Meski secara teknis dianggap tidak ada kerugian negara, Kejati Riau masih belum menentukan sikap dan memilih untuk melakukan evaluasi terlebih dahulu.
Lebih jauh, Subekhan juga memastikan pihaknya tidak akan melakukan audit pembanding, termasuk ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Ia menuturkan sejatinya BPKP juga menyandarkan audit kepada tim pemeriksa fisik teknis yang dilakukan oleh ahli dari Medan, Sumatera Utara tersebut.
RTH Putri Kaca Mayang dibangun bersamaan dengan RTH Tunjuk Ajar di Jalan Ahmad Yani pada tahun 2016 yang diketahui terdapat rekayasa proyek untuk memenangkan satu kontraktor.
Pembangunan dua RTH dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau yang dipimpin Dwi Agus Sumarno (DAS). Dari anggaran itu, dialokasikan Rp450 juta untuk membangun Tugu Integritas yang ada di RTH Tunjuk Ajar Integritas.
Tugu itu diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau sebagai simbol bangkitnya Riau melawan korupsi.
Terkait RTH Tunjuk Ajar, penyidik telah menetapkan 18 orang tersangka termasuk mantan Kepala Dinas Ciptada Riau Dwi Agus Sumarno. Dia bersama seorang rekanan Yuliana J Bagaskoro (YJB), dan dari pihak konsultan pengawas, Rinaldi Mugni, yang telah dihadapkan ke proses persidangan.
Sementara tiga tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Panca Mandiri Consultant Reymon Yundra, dan seorang staf ahlinya Arri Arwin, serta Khusnul yang merupakan Direktur PT Bumi Riau Lestari (RBL), juga telah ditahan.
Selain itu, juga terdapat 12 tersangka lainnya, di antaranya Ketua Pokja ULP Provinsi Riau Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja Hariyanto, dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, Hoprizal.
Kemudian, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan ASN Silvia.
Dugaan korupsi pada dua RTH di Pekanbaru ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran, melainkan terhadap proses dari lelang hingga pembayaran.
Dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbuatan melawan hukum. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan. Kedua, ditemukan bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan, tetapi tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas. ***2***