Kalah Praperadilan Melawan PT Hutaheaen, Kapolda Riau Menolak Dibilang Lemah

id kalah praperadilan, melawan pt, hutaheaen kapolda, riau menolak, dibilang lemah

Kalah Praperadilan Melawan PT Hutaheaen, Kapolda Riau Menolak Dibilang Lemah

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kepolisian Daerah Riau menyatakan masih mempelajari putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Pekanbaru, yang memenangkan gugatan praperadilan tersangka perambahan kawasan hutan PT Hutahaean.

Kepala Kepolisian Daerah Riau, Inspektur Jenderal Polisi Nandang kepada Antara di Pekanbaru, Selasa, mengatakan hingga kini pihaknya belum menerima petikan putusan hakim.

Namun dia mengatakan pihaknya akan mempelajari putusan segera setelah menerima petikan dari Pengadilan Negeri Pekanbaru.

"Belum dapat petikannya. (Setelah mendapat salinan) kita akan baca petikannya terus kita koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Riau langkah-langkah selanjutnya," kata Kapolda.

Dalam praperadilan, selain menggugat Polda Riau, PT Hutahaean juga menggugat Kejaksaan Tinggi Riau. Polda Riau sebagai tergugat pertama dinilai hakim tunggal, Martin Ginting tidak sah dalam menetapkan Direktur Utama PT Hutahaean, Harangan Wilmar sebagai tersangka.

Putusan hakim tersebut secara tidak langsung menganulir langkah Kejaksaan Tinggi Riau yang menyatakan bahwa berkas tersangka dinyatakan lengkap atau P21. Hanya saja dalam kasus ini, Harangan Wilmar belum diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau atau Tahap II meski penetapan tersangka telah dilakukan sejak Juli 2017.

Koalisi Rakyat Riau (KRR) sebagai pelapor dalam dugaan perambahan kawasan hutan yang dilakukan PT Hutahaean kemudian menanggapi bahwa Polda Riau lemah dalam melakukan penyidikan. Sehingga Polda Riau kalah dalam sidang praperadilan menghadapi perusahaan perkebunan tersebut.

Namun, Irjen Pol Nandang membantah jika penyidikan yang ditangani oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau tersebut lemah.

"Kalau lemah tidak bakalan dinyatakan P21 (berkas lengkap) oleh Kejati Riau. (P21) Itu kan bukti. Masalahnya hakim kan punya penilaian lain. Sudah P21 kok," ujar Kapolda.

Selain itu, Kapolda juga membantah putusan hakim tunggal Martin Ginting yang menyebut bahwa Polda Riau tidak melakukan studi ke lapangan objek perkara. Menurut dia, penyidik telah memenuhi seluruh aturan, termasuk ke lapangan dalam menyelidiki kasus itu.

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Pekanbaru, Martin Ginting memenangkan gugatan praperadilan tersangka perambahan kawasan hutan PT Hutahaean melawan Kepolisian Daerah Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau.

Dalam sidang praperadilan dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin petang kemarin (19/2) Hakim menyatakan penetapan tersangka oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau dan kelengkapan berkas Kejaksaan Tinggi Riau, tidak sah.

"Menyatakan, penyidikan termohon I (Polda Riau) tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat," kata Martin dalam putusannya.

Untuk itu, hakim meminta kepada Polda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau untuk dapat memulihkan nama baik, harkat dan martabat pemohon, PT Hutahaean serta Direktur Utamanya Harangan Wilmar yang telah ditetapkan sebagai pihak bertanggung jawab dalam perkara tersebut.

Perusahaan kelapa sawit PT Hutahaean ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau pada Juli 2017 silam. Dalam kasus ini, perusahaan dituding mengeksploitasi lahan seluas 835 hektare di luar hak guna usaha (HGU).

Berkas perkara lalu dinyatakan lengkap pada Desember 2017. Namun, hingga kini, pelimpahan berkas dan tersangka atau Tahap II belum kunjung dilakukan karena Komisaris Utama PT Hutahaean, HW Hutahaean dalam kondisi sakit.

Kasus ini berawal dari laporan 33 perusahaan oleh Koalisi Rakyat Riau (KKR) ke Polda Riau pada 16 Januari 2017 lalu. Perusahaan itu diduga menggarap lahan tanpa izin dan tak sesuai aturan.

Dalam laporannya KRR merincikan, seluas 103.230 hektar kawasan hutan dan 203.997 hektar lahan di luar HGU, diduga digarap oleh 33 perusahaan itu. PT Hutahaean disebutkan mengantongi HGU perkebunan kelapa sawit seluas 4.584 hektar.

Namun, dalam praktiknya, perusahaan itu malah menggarap seluas 5.366 hektar. Kelebihan ratusan hektar itu, diduga tanpa sesuai aturan di Afdeling 8 dengan luas lahan 835 hektare yang terletak di Dalu-Dalu, Kabupaten Rokan Hulu.