Pekanbaru (Antarariau.com) - Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Wilayah II Sumatera melimpahkan berkas dua tersangka perdagangan kulit harimau (Panthera tigris sumatrae).
"Sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau. Kita masih menunggu petunjuk selanjutnya," kata Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (BPPH) Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Wilayah II Sumatera, Eduwar Hutapea kepada Antara di Pekanbaru, Selasa.
Dia mengatakan, berkas tersebut telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau Senin (24/10), sedangkan kedua tersangka dalam kasus ini, yakni Ni (35) dan Ah (51) ditahan di Rutan Klas IIB Pekanbaru.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan mengatakan bahwa jaksa masih meneliti berkas kedua tersangka tersebut.
"Jaksa masih meneliti berkas yang disampaikan. Jika lengkap segera dilanjutkan Tahap II. Namun, jika kurang kita akan meminta penyidik melengkapi kembali berkasnya," kata Mispidauan.
Tim gabungan BPPH KLHK Wilayah II Sumatera, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Pekanbaru dan WWF pada akhir September lalu mengamankan kulit harimau Sumatera dengan usia cukup dewasa.
Kulit harimau itu diamankan setelah tim melakukan pengintaian dari wilayah Jambi sebelum diamankan di Indragiri Hulu.
Selain kulit harimau, petugas juga menyita sepeda motor dengan nomor polisi BM 5848 VS dan tulang harimau.
Kulit harimau dengan panjang sekitar 2 meter tersebut terlihat utuh dan mulus. Mulai dari kepala hingga ekor nyaris tidak ada cacat. Bahkan, telapak kaki harimau terlihat cukup besar menandakan harimau berusia dewasa.
Kulit harimau yang diamankan bisa dipastikan pemburu dan eksekutor sangat profesional nyaris tanpa cacat.
Kulit harimau itu terbungkus rapi yang terdiri dari sejumlah lapisan plastik. Bau menyengat saat kulit tersebut dibuka dan dibentangkan di atas alas plastik. Kulit itu sendiri dipastikan telah diberi cairan spiritus agar awet.
Perburuan harimau di wilayah Sumatera cukup mengkhawatirkan. Beberapa kali petugas Kementerian LHK maupun Kepolisian berhasil mengungkap upaya perburuan itu.
Sementara kondisi satwa dilindungi itu terus berkurang seiring dengan pembukaan lahan perkebunan secara massif dan kebakaran hutan dan lahan yang kerap terjadi di Sumatera.