Arusha, Tanzania, (Antarariau.com) - Tunu Ngajilo, seorang mahasiswa muda Tanzania, tampil dengan teknologi yang membuat petani bisa mengairi lahan mereka dengan menggunakan telepon genggam mereka saat mereka berada di rumah.
Ia saat ini mengejar gelar di bidang rekayasa mesin di Mbeya Universityf of Science and Technology (MUST), yang berada di bagian barat-daya Tanzania.
Sebelum masuk perguruan tinggi, mahasis yang penuh semangat itu bisa memperbaiki komputer dan radio orang lain. Tapi, sekali ini, ia mampu menghasilkan sistem irigasi baru yang hemat biaya.
Menurut Ngajilo, alat irigasi yang ditemukannya terhubung dengan telepon genggam pemiliknya, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi. Telepon tersebut juga terhubung dengan sumber air-tangki air atau sungai/kolam. Melalui teknologi itu, telepon genggam tersebut berfungsi sebagai tombol untuk instalasi irigasi agar bisa mengalirkan air ke lahan atau kebun.
Instalasi itu beroperasi dengan tenaga surya, untuk lahan yang berada sangat jauh dari pembangkit listrik nasional.
Ngajilo optimistis bahwa teknologi barunya dapat dengan mudah digunakan oleh petania biasa di Tanzania sebab "hemat biaya".
"Petani hanya perlu menggunakan telepon genggam mereka untuk mengairi lahan dan kebun mereka ketika menggunakan teknologi ini. Jadi, petani tak perlu pergi ke lahan secara langsung, jika anda ingin menyaksikan perkembangan tanaman anda. Alat ini mematikan daya secara otomatis (karena memiliki sensor) segera setelah petani memperoleh air yang mencukupi," kata pria muda tersebut.
Ia menambahkan, "Alat ini mempermudah pekerjaan di lahan dan menghemat waktu buat petani."
Ia juga mengatakan gagasan untuk menggunakan telepon genggam ialah untuk membuatnya hemat biaya mengingat sangat banyak orang memiliki kemampuan untuk mempunyai telepon genggam.
Namun ia mengatakan sebelum memasang sistem itu di lahan, penelitian harus dilakukan untuk menilai tanah dan keperluan akan air.
Teknologi tersebut telah dikembangkan sebagai hasil dari penugasan di kelas. Ngajilo dan teman sekelasnya diberitahu agar pergi ke luar universitas dan melihat apa tantangan yang dihadapi rakyat. Lalu mereka harus memberikan penyelesaian ilmiah.
"Dalam kasus saya, saya memutuskan untuk pergi ke pertanian dan melihat bagaimana orang mengairi lahan mereka. Dan saya mendapati orang menggunakan lebih banyak energi dan waktu dalam mengairi lahan mereka. Saya juga mendapati orang mengolah lahan kecil untuk memperkecil biaya irigasi. Sebagian orang menggunakan alat pengairan yang jelek, yang akhirnya merusak lingkungan hidup. Jadi, saya duduk dan memikirkan cara mengatasi tantangan dan menghemat biaya produksi sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Ngajilo.
Walaupun ia belum mulai memasok teknologi baru buat masyarakat luas, mahasiswa itu mengatakan alat irigasi tersebut memerlukan biaya 255 dolar AS. Itu adalah biaya minimal tergantung atas jarak dari sumber air dan ketersediaan pasokan dari pembangkit listrik nasional.
Insinyur Joseph Mkisi, dosen dari MUST, menggambarkan Ngajilo sebagai salah satu mahasiswa terbaik dalam masalah penemuan.
"Teknologi barunya sejalan dengan misi lembaga mengenai penyelesaian masalah rakyat. Ada banyak mahasiswa yang telah menemukan bermacam teknologi," kata dosen tersebut. Ia menambahkan teknologi temuan Ngajilo modern sebab itu sesuai dengan lingkungan hidup.
"Sebagai lembaga pendidikan tinggi, kami akan terus membantu dia sehingga ia bisa meningkatkan teknologinya jadi lebih baik sehingga itu bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas di dalam dan barangkali di luar negeri," katanya.
Prof. Osmund Kaunde, Wakil Rektor Bidang Akademik, Penelitian dan Konsultansi, mengatakan perguruna tinggi tersebut telah mengembangkan sejumlah temuan dan berencana mendokumentasikan dan menyimpan sejumlah proyek yang dikembangkan oleh mahasiswa.