Walhi: Pelaksanaan Moratorium Hutan Banyak Pelanggaran

id walhi pelaksanaan, moratorium hutan, banyak pelanggaran

Walhi: Pelaksanaan Moratorium Hutan Banyak Pelanggaran

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Organisasi Wahana Lingkungan Hidup menyatakan, pelaksanaan kebijakan jeda tebang hutan (moratorium) selama empat tahun sejak 2011 tidak memberikan dampak positif untuk pelestarian hutan karena disinyalir banyak terjadi pelanggaran, yang secara signifikan terlihat jelas di Provinsi Riau.

"Contoh nyata pelanggaran dalam pelaksanaan moratorium hutan bisa terlihat jelas di Riau. Moratorium tidak berdampak apa-apa di Riau karena kebakaran lahan dan hutan masih terus terjadi dan konflik lahan terus meningkat. Bahkan, seorang kepala daerah ada yang menerbitkan izin di hutan yang masuk dalam kawasan moratorium," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Riko Kurniawan, pada diskusi bertajuk "Melanjutkan Moratorium untuk Lindungi Hutan Indonesia", di Pekanbaru, Selasa.

Riko mengungkapkan kejanggalan dalam pelaksanaan moratorium di Riau sudah terlihat sejak awal. Dari 1,9 juta hektare hutan yang masuk dalam kawasan moratorium di Peta Indikatif Penundaan Pemberian Ijin baru (PIPPIB), ternyata hanya sekitar 10 persen yang berupa hutan alam.

Sementara sisanya adalah sebanyak 72 persen berupa hutan konservasi yang secara regulasi sudah otomatis tidak akan pernah akan ada penerbitan izin untuk perusahaan, serta sekitar 30 persennya berupa hutan rawa gambut sekunder dan berupa ilalang.

"Pelanggaran lainnya adalah luas hutan yang masuk dalam PIPPIB terus menurun setiap kali dilakukan revisi oleh pemerintah sendiri. Di Riau ada 300 ribu hektare hutan yang dikeluarkan dari moratorium," katanya.

Walhi menilai bahwa kebijakan moratorium yang akan habis pada 13 Mei 2015 masih perlu diperpanjang, namun perlu terus disempurnakan dan disosialisasikan hingga ke akar rumput. Sebabnya, aturan moratorium yang hanya sebatas Instruksi Presiden (Inpres) terlalu lemah karena tidak secara tegas menyebutkan sanksi bagi pihak yang melanggarnya.

"Bahkan, pada 2013 di Kabupaten Indragiri Hilir ada kepala daerah yang diakhir masa jabatannya mengeluarkan 27 izin untuk perkebunan di hutan yang masuk dalam peta moratorium. Tapi tindakannya tidak tersentuh hukum," katanya.

Selain itu, Riko berpendapat, pemerintah perlu memperpanjang moratorium dengan ketentuan wajib untuk memasukan hutan alam primer dan lahan gambut yang tersisa.

"Serta perlu dilakukan audit pemberian ijin yang telah dikeluarkan sebelumnya di kawasan gambut dalam yang masih di area hutan alam bagus sehingga lahan gambut yang tersisa di Riau dapat terselamatkan," ujarnya.