Antara Moratorium Penebangan Hutan Dan Investasi Hijau

id antara moratorium, penebangan hutan, dan investasi hijau

Antara Moratorium Penebangan Hutan Dan Investasi Hijau

Oleh Muhammad Razi Rahman

Jakarta, (Antarariau.com) - Sama seperti era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memperhatikan isu lingkungan hidup dalam pemerintahannya, kebijakan Presiden Joko Widodo juga memastikan memperpanjang kebijakan moratorium perizinan hutan alam primer dan lahan gambut.

"Sudah diperpanjang, tadi siang," kata Presiden Jokowi di Jakarta, Sabtu.

Namun, Greenpeace menyatakan kebijakan pemerintah terkait dengan moratorum perizinan penebangan hutan di Tanah Air perlu diperkuat karena risiko penghancuran hutan di berbagai daerah dinilai masih tinggi.

"Greenpeace menyambut baik perpanjangan dua tahun moratorium hutan namun sangat menyayangkan bahwa kebijakan ini tidak mengalami banyak perubahan," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya.

Menurut dia, kebijakan moratorium izin baru tersebut belum menyertakan elemen penguatan perlindungan. Dengan demikian, lanjutnya, berarti masih terdapat sekitar 48,5 juta hektare yang berisiko akan dihancurkan.

Karena itu, ia berpendapat bahwa langkah baik untuk memperpanjang moratorium itu menjadi kurang berarti tanpa penguatan. "Target pemotongan emisi gas rumah kaca Indonesia akan sulit tercapai dan kekayaan hayati bangsa ini tidak akan bertahan lama," kata Teguh Surya.

Berdasarkan analisis Greenpeace, luas hutan yang dilindungi 63,8 juta hektar sementara luas hutan Indonesia yang seharusnya bisa diselamatkan mencapai 93,6 juta hektar.

Perpanjangan itu dinilai tidak menyelesaikan masalah tumpang tindih izin yang mencapai 5,7 juta hektare sehingga 48,5 juta hektare hutan hujan Indonesia masih tetap terancam.

Selain itu, LSM tersebut menilai kebijakan baru ini tidak memberi ruang penyelesaian konflik lahan antara masyarakat adat, lokal dengan pemerintah dan perusahaan karena tidak adanya perlindungan, pengukuhan dan penguatan atas hak dan ruang kelola mereka. "Penguatan moratorium mendesak dilakukan," tegasnya.

Sementara itu, Penasihat Senior Keanekaragaman Hayati dan Manajemen Satwa Liar WWF Indonesia, Prof Hadi Alikodra menyatakan, hutan tropis Indonesia dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya merupakan aset nasional yang bila dikelola dengan baik dan dijaga kelestariannya akan mampu mendukung kebutuhan hidup manusia dan pembangunan.

Namun demikian, menurut Hadi, keberlanjutan hutan tropis Indonesia menghadapi ancaman serius dari deforestasi dan perubahan iklim, belum lagi seringkali pemanfaatan kekayaan ekosistem hutan cenderung boros dan merusak.

"Menyadari kemampuan konservasi sumberdaya hutan pemerintah yang dipandang masih cukup lemah, hanya melalui strategi transformasi yang tepat upaya konservasi dapat secara berkelanjutan memberi manfaat bagi kehidupan manusia di Indonesia," ujarnya.

Jangan pencitraan

Terkait dengan investasi hijau yaitu menggalakkan industri yang ramah lingkungan, Greenpeace menginginkan program investasi hijau yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo jangan menjadi sekadar pencitraan tetapi benar-benar diwujudkan secara nyata di lapangan.

"Greenpeace meminta kepada pemerintah agar investasi hijau tidak hanya pencitraan saja namun juga harus dapat melindungi hutan dan lahan gambut tersisa di Indonesia," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Yuyun Indradi.

Yuyun memaparkan, kebijakan moratorium atau jeda penebangan hutan adalah fondasi untuk menghentikan laju perusakan hutan dan lahan gambut.

Selain itu, ujar dia, pembuatan satu peta ("One Map Policy") juga harus dipercepat dan harus ada jaminan akses keterbukaan informasi dan data perizinan bagi publik, serta peninjauan kembali atas izin-izin yang telah diberikan.

Ia juga menyebutkan, hal yang tak kalah pentingnya adalah pelaksanaan kebijakan moratorium haruslah berbasis capaian dan bukan dibatasi oleh waktu.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan pihaknya tengah menyusun sejumlah insentif guna mendukung pertumbuhan investasi hijau di antaranya bunga pinjaman lunak untuk pengembangan usaha.

"Sedang dibahas finalisasi di Kementerian LHK yaitu investasi hijau ini agar bisa mendapat dukungan dari bank melalui kemudahan-kemudahan urusan," kata Siti dalam "Tropical Landscapes Summit: A Global Investment Opportunity" di Jakarta, Senin (27/4).

Ia mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan insentif yang akan diberikan yakni menyangkut besarnya suku bunga pinjaman bagi pengusaha.

Siti menjelaskan dorongan agar perbankan bisa memberikan fasilitas pembiayaan kepada industri hijau sudah ditunjukkan dengan nota kesepahaman yang ditandatangani bersama Otoritas Jasa Keuangan, Desember 2014.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Shinta W. Kamdani, mengatakan dunia usaha menunggu regulasi yang mendukung pembangunan ekonomi hijau dan insentif khusus untuk investasi hijau.

"Kami berharap pemerintah memberikan kejutan berupa insentif yang sederhana dan nyata saat memaparkan portofolio potensi investasi hijau di Indonesia dalam acara itu," katanya.

Menurut Shinta, investor dalam dan luar negeri memerlukan dukungan regulasi dari pemerintah.

Pasalnya, dalam pemerintahan yang lalu, Kadin mengaku sempat membahas secara intens dan bekerja sama dengan Bappenas tentang bagaimana menghimpun dan merealisasikan proyek-proyek pengembangan infrastruktur yang berwawasan lingkungan.

"Hanya saja, saat ini insentif yang diharapkan belum ada. Sementara tuntutan dunia usaha sudah begitu besar. Kadin juga telah menjajaki kerja sama dengan World Bank dan JICA untuk mengembangkan infrastruktur hijau di Indonesia," ujarnya.

Indonesia, lanjut Shinta, memang harus banyak belajar dari pengalaman kota-kota lain di dunia, terutama terkait rencana pokok urban investasi hijau dari berbagai pakar internasional.

Bersambung ke hal 2 ...