Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pemprov Riau menyatakan dukungan agar Presiden Joko Widodo memperpanjang jeda tebang atau moratorium hutan yang masa berlakunya akan habis pada pertengahan Mei 2015.
"Riau memerlukan kelanjutan moratorium hutan karena hutan rawa gambut perlu dikelola secara arif menyelaraskan ekologi dan pengembangan sektor ekonomi," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Yulwiriawati Moesa, pada diskusi bertajuk "Melanjutkan Moratorium untuk Lindungi Hutan Indonesia", di Pekanbaru, Selasa.
Ia menyatakan hutan rawa gambut di Riau memiliki posisi penting untuk mencegah pemanasan global. Sebabnya, kondisi geografis Riau yang memiliki luas sekitar 10 juta hektare, mayoritasnya berupa lahan gambut yang mampu menyimpan sekitar 4.000 ton per hektare.
Sementara itu, ia mengatakan kondisi hutan Riau yang kini diperkirakan tinggal sekitar dua juta hektare masih terus terancam kelestariannya. Menurut dia, laju deforestasi di Riau kini mencapai 160.000 hektare per tahun karena kebakaran dan dikonversi menjadi permukiman, perkebunan kelapa sawit dan industri kehutanan.
"Kalau gambut rusak semua, akan sangat banyak karbon yang terlepas ke udara memperparah pemanasan global," katanya.
Dukungan terhadap perpanjangan moratorium juga diutarakan oleh Sekretaris Komisi A DPRD Riau Suhardiman Amby, bahwa kebijakan perpanjangan moratorium hutan sangat diperlukan namun pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum.
"Kami menduga PNS kehutanan dan polisi kehutanan di Riau kini sudah terlibat kongkalingkong dengan perusahaan sehingga ada unsur pembiaran terhadap pelanggaran yang terjadi," kata Suhardiman yang juga Ketua Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau.
Karena itu, ia mengatakan DPRD melalui Pansus tersebut akan segera membuat rekomendasi untuk penyelamatan kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi, konservasi sumber daya alam yang memang sampai hari ini dalam kondisi kritis. Pansus memanggil lebih dari 100 perusahaan untuk mengklarifikasi masalah yang terjadi dilapangan.
"Dari hasil pemanggilan terhadap perusahaan-perusahaan kelapa sawit dan kehutanan, kami menemukan indikasi hampir semua perusahaan menyalahi aturan dalam penanaman karena tidak mengindahkan aspek lingkungan dan beroperasi melebihi izin konsesi yang diberikan. Ini semua bisa terjadi karena pengawasan dan penegakan hukum yang lemah," tegasnya.
Ia mengatakan Pansus mendukung adanya revolusi mental dari pegawai, instansi pemerintah daerah dan pusat terkait kehutanan dan perkebunan serta Polri untuk mendukung kebijakan pelestarian lingkungan. Selain itu, Pansus juga mendukung agar kawasan perkebunan yang menyalahi aturan harus dibongkar dan ditanami sesuai fungsi alaminya seperti sedia kala.
"Rekomendasi itu akan kita serahkan ke Presiden Jokowi. Kami bukanlah eksekutor, tapi hanya mencari dan mengungkap penyakit dari ini semua apa," ujar Suhardiman.