Inpres Moratorium Tak Signifikan Selamatkan Hutan Riau

id inpres moratorium, tak signifikan, selamatkan hutan riau

Pekanbaru, 26/5 (ANTARA) - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Hariansyah Usman menyatakan, instruksi presiden (inpres) moratorium yang diterbitkan pemerintah pusat tidak akan berdampak signifikan bagi penyelamatan hutan di Riau.

"Inpres itu sama sekali tidak memberi dampak yang berarti terhadap penyelamatan hutan dan gambut, apalagi mengurangi tingginya tingkat emisi karbon akibat praktek buruk secara masif yang dilakukan industri kehutanan, pertambangan, dan perkebunan di Riau," ujarnya di Pekanbaru, Kamis.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu menandatangani Inpres Nomor 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang sempat tetunda sejak Januari 2011.

Dari substansi, kata Hariansyah, moratorium kawasan hutan yang ditandatangani Presiden dalam inpres tersebut berada di areal konservasi dan kawasan hutan lindung, sehingga tanpa inpres itupun maka kedua kawasan hutan itu sudah kuat secara hukum.

Penundaan perizinan yang telah berlangsung tidak termasuk wilayah yang di moratorium, padahal izin-izin kehutanan yang diberikan untuk Riau justeru telah memperparah tingkat deforestasi hutan alam yang telah memberi kontribusi terhadap emisi karbon dari hutan alam dan gambut.

Saat ini pembukaan hutan alam dan lahan gambut tengah berlangsung di sejumlah daerah di Riau, diantaranya di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis dan Pulau Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti oleh perusahaan.

"Sebaiknya, dilokasi hutan alam dan gambut seperti ini moratorium bisa diterapkankan. Karena pembukaan lahan yang berlangsung di kedua pulau itu, selain merusak lingkungan dan menyebabkan emisi karbon, juga menimbulkan konflik sosial," ujarnya.

Padahal, esensi dengan adanya moratorium adalah bisa melindungi lingkungan, hutan, dan menimalisir konflik sosial yang berpotensi terjadi.

"Dalam inpres itu, hendaknya moratorium juga diberlakukan terhadap izin yang sudah dikeluarkan. Sebab banyak perusahaan di Riau yang sedang beroperasi membukan kawasan gambut untuk kepentingan industri, pertambangan, dan perkebunan," katanya.

"Itu seharusnya menjadi prioritas utama, dengan dihentikannya sementara seluruh aktifitas di wilayah gambut," jelas Hariansyah.

Sekjen Kementerian Kehutanan, Hadi Daryanto, sebelumnya menyatakan inpres moratorium hutan alam primer dan lahan gambut yang diterapkan pada kawasan seluas 64 juta hektare tidak akan mengganggu investasi sumber daya alam.

Penundaan pemberian izin baru selama dua tahun itu, akan dilaksanakan di 62 juta hektare kawasan hutan alam primer dan lahan gambut serta dua juta hektare kawasan Area Penggunaan Lain (APL) yang bergambut.

Untuk tahun 2011, pelaksanaan moratorium sesuai inpres dilakukan di Provinsi Kalimantan Tengah, sedangkan pada tahun 2012 provinsi yang menjadi pilot proyek pelaksanaan moratorium akan dipilih di antara dari Aceh, Riau, Sumsel dan Kalbar, Kaltim, Papua Barat, dan Jambi.

Rincian luas kawasan yang akan diusulkan untuk pelaksanaan moratorium LoI ini, menurut dia, adalah Aceh seluas 2,3 juta ha, Kepulauan Riau 34 ribu ha, Riau 2,3 juta ha, Sumbar 1,55 juta ha, Sumut 1,2 juta ha, Sumsel 1,49 juta ha, Jambi 1,67 ha, Babel 169 ribu ha, Lampung 459 ribu ha, dan Bengkulu 597 ribu ha.