Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menampung masukan dari pemangku kepentingan khususnya pelaku bisnis dalam proses mengevaluasi Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, sebelum resmi diterapkan pada Mei 2015.
"Kita pemerintah sekarang ini posisinya sebagai simpul negosiator. Negosiasi antara kepentingan, baik pelaku usaha seperti hari ini, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat," kata Sekjen Kementerian LHK, Hadi Daryanto, di Pekanbaru, Kamis.
Hal itu disampaikan Hadi Daryanto usai membuka diskusi bertema "Gambut: Pengelolaan dan Penerapan Berkelanjutan Demi Kemakmuran Bangsa" yang dihadiri sekitar seratusan perwakilan dunia usaha baik kelapa sawit, mapun "pulp" dan kertas.
Hadi mengatakan, pihaknya telah membuat perhitungan yang akan jadi bahan diskusi pihaknya selaku pemerintah untuk mengkaji sisi positif dan negatif dalam rencana revisi peraturan yang dikenal dengan sebuatan PP Gambut itu.
Seperti dari isu lingkungan, ujarnya menyontohkan, bahwa untuk masalah konservasi pihaknya tetap yakin bisa menjaga keanekaragaman hayati termasuk mengurangi konflik satwa yang terjadi antara manusia dan hewan liar yang dilindungi.
Dari sisi minusnya, ia mengatakan ada beberapa masukan dari dunia usaha terhadap dampak penerapan PP Gambut dilihat dari sisi ekonomi, seperti potensi kehilangan ekspor devisa negara enam miliar dolar AS dari sawit, dan dari pulp atau hutan tanaman industri sekitar tiga miliar dolar AS.
"Belum lagi ada potensi kehilangan lapangan pekerjaan dari sawit sekitar 360 ribu orang, dan dari HTI sekitar 300 ribu orang," ujarnya.
Ia mengatakan Kementerian LHK akan mendiskusikan berbagai masukan dari dunia usaha, LSM dan masyarakat adat termasuk pemerintah daerah.
"Faktor ekologi jadi penting dan pertimbangan antara profit, planet dan people," kata Hadi.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya sebelumnya sempat menyatakan, pemerintah akan memperhatikan kepentingan perusahaan karena akan direvisi peraturan turunan dari Undang-undang No.31/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ada dua aturan bakal diubah pemerintah seperti ketentuan mengenai muka air di lahan gambut saat ini ditetapkan minimal 40 centimeter atau 0,4 meter dan ketentuan pemanfaatan lahan gambut sebagai area komersial. Pemerintah akan mengizinkan pemanfaatan lahan gambut oleh perusahaan, asalkan memenuhi syarat lingkungan.
"Kami sedang lakukan tinjauan karena industri yang terimbas PP Gambut tidak hanya kayu, tapi juga minyak kelapa sawit. Kami tidak mau perusahaan itu mati karena PP ini," ucap Siti.
Kementerian LHK mencatat saat ini luas lahan gambut mencapai 14 juta hektare (ha) dan luas lahan gambut yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha mencapai 7 juta ha. Tersisa sekitar 3,6 juta ha sampai 4 juta ha. Sekitar 1,7 juta ha lahan sudah dimanfaatkan untuk areal kebun kelapa sawit dan 1,7 juta ha untuk HTI.
Berita Lainnya
BRGM bersama Kementerian LHK lakukan penanaman pohon mangrove di Jayapura Papua
07 February 2024 12:16 WIB
Universitas Lancang Kuning ajukan hutan pendidikan ke Kementerian LHK
03 April 2019 7:57 WIB
Tinggal Sepertiga, Kementerian LHK Siapkan Langkah Hukum Basmi Cukong TNTN
23 July 2016 20:02 WIB
Riau Terbakar lagi, Greenpeace Ambil Langkah Hukum Gugat Kementerian LHK
22 June 2016 13:52 WIB
Kementerian LHK Bekukan Izin Tiga Perusahaan Perkebunan
22 September 2015 16:50 WIB
Kementerian LHK Segel 1.850 Hektare Lahan Terbakar
01 September 2015 19:55 WIB
Vonis Bebas NSP Dapat Sorotan Dari Kementerian LHK
31 January 2015 16:28 WIB
Kementerian LHK Gandeng "Stakeholder" Cegah Kebakaran Hutan
18 January 2015 22:33 WIB