Kementerian LHK Bekukan Izin Tiga Perusahaan Perkebunan

id kementerian lhk, bekukan izin, tiga perusahaan perkebunan

Kementerian LHK Bekukan Izin Tiga Perusahaan Perkebunan

Jakarta, (Antarariau.com) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) membekukan izin operasi tiga perusahaan perkebunan yang telah terbukti melakukan pembakaran lahan dan hutan.

Sekjen Kementeriaan LHK Bambang Hendroyono di Jakarta, Selasa menyatakan, ketiga perusahaan perkebunan tersebut yakni PT Tempirai Palm Resources dan PT Waringin Agro Jaya di Sumatera Selatan serta PT Langgam Inti Hibrindo di Riau.

Selain itu, lanjut Bambang Hendroyono, satu perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang beroperasi di Riau yakni PT Hutani Sola Lestari juga dibekukan izin operasinya.

"(Keputusan) Pembekuan izin operasi ini merupakan hasil rapat pemberian sanksi, tadi malam (Senin) yang dipimpin langsung oleh Menteri LHK," katanya.

Menurut Bambang, setelah dibekukan izinnya maka sejak hari Selasa(22/9) perusahaan tersebut tidak boleh beroperasi lagi hingga proses pemidaan oleh Kepolisian selesai.

Dikatakannya, sanksi pertama berupa pembekuan izin operasi tersebut bisa berlanjut ke sanksi berikutnya berupa pencabutan izin usaha perusahaan tersebut.

Sementara itu, menurut dia, areal yang terbakar milik perusahaan tersebut nantinya harus dikembalikan ke negara dalam waktu paling lambat 60 hari atau dua bulan ke depan.

Menyinggung luasan lahan perusahaan- perusahaan tersebut yang terbakar, Bambang menyatakan akan dilakukan penghitungan kembali untuk memastikannya.

"Kami akan melakukan restorasi sebagai tanggung jawab pemerintah terhadap lahan tersebut, diharapkan tahun depan tidak terbakar lagi," katanya.

Menjawab pertanyaan mengapa pemerintah tidak langsung melakukan pencabutan izin usaha keempat perusahaan tersebut jika terbukti melakukan pembakaran, Bambang menyatakan, karena mereka masih memiliki tanggung jawab untuk menjaga lahan-lahan yang sudah terbakar tersebut.

"Ini tanggung jawab perusahaan menjaga arealnya maupun lingkungan sekitar agar tidak semakin terbakar," katanya.

Selain itu, dalam waktu paling lambat 90 hari perusahaan memiliki tanggung jawab untuk melengkapi semua sarana dan prasarana pengendalian kebakaran lahan dan hutan.

Jadikan pertimbangan

Sementara itu Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) meminta agar langkah-langkah pencegahan kebakaran yang telah dilakukan perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses penegakan hukum kebakaran lahan.

Direktur Eksekutif APHI Purwadi Soeprihanto menyatakan, setiap anggotanya memiliki kebijakan pengolahan lahan tanpa bakar. Anggota APHI juga melengkapi dengan peralatan dan brigade pemadam kebakaran.

"Tidak mungkin kami membakar karena akan rugi akibat kehilangan aset tanaman," katanya.

Menurut dia, kebakaran di areal IUPHHK kerap tak terhindarkan karena adanya perambah hutan yang ingin memanfaatkan lahan untuk pertanian atau perkebunan, penyebab lainnya adalah loncatan api dari luar konsesi.

Purwadi menilai, pengendalian kebakaran lahan tak akan efektif jika hanya menyalahkan satu pihak, apalagi berdasarkan analisis citra satelit yang dilakukan sejumlah pihak, termasuk Global Forest Watch, kebakaran juga terdeteksi di luar konsesi IUPHHK bahkan di kawasan taman nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

"Tentu tidak tepat jika kemudian tanggung jawab bencana kabut asap ini hanya ditimpakan kepada pelaku usaha kehutanan," katanya..

Untuk mencegah kebakaran, anggota APHI akan fokus pada upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengubah perilaku melalui inisiatif kolaboratif multi pihak.

"Program " Fire Free Village Program" diinisasi anggota APHI yang mengampanyekan program Desa Bebas Api di Riau akan terus dikembangkan secara luas. Program ini melibatkan Pemerintah Daerah Riau, bupati,Kepala desa, Kepolisian, TNI, BPBD, LSM lokal dan komponen masyarakat lainnya.

"Ini menunjukkan upaya nyata perusahaan untuk melakukan pencegahan kebakaran lahan dengan pelibatan berbagai komponen," tegas Purwadi.

Purwadi juga menyampaikan, peran serta perusahaan dalam penanggulangan kebakaran lahan juga diarahkan pada bantuan sarana dan prasarana kebakaran hutan yang juga telah dilakukan anggota APHI.

"Anggota kami telah memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Ini perlu diapresiasi. Bahkan anggota kami juga melakukan bantuan pemadaman kebakaran di lahan masyarakat di luar konsesi perusahaan," katanya.

Dia menekankan pentingnya revisi UU No 32 tahun 2009. Dia juga menyarankan agar ketentuan hukum di bawahnya, seperti perda, yang masih membolehkan masyarakat untuk membuka lahan dengan cara dibakar ikut direvisi.

"Adanya ketentuan yang membolehkan masyarakat membakar kontraproduktif dengan upaya pencegahan kebakaran," katanya.