Pekanbaru, (Antarariau.com) - Jaksa Penuntut Umum mendakwa Wakil Bupati Pelalawan, Marwan Ibrahim melakukan tindak pidana korupsi pengadaan lahan untuk perkantoran Bhakti Praja Kabupaten Pelalawan, Riau yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp38 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pangkalan Kerinci, Romy Rozali pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu, mengatakan dugaan korupsi melibatkan terdakwa Marwan Ibrahim dari kegiatan pengadaan lahan yang dibeli kembali dengan uang APBD Pelalawan tahun anggaran 2007, 2008, 2009 serta 2011, telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp38.087.293.600.
Karena itu, JPU menjerat terdakwa Marwan Ibrahim dengan Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 11 jo Pasal 12 huruf a dan b jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Terdakwa juga diduga telah menerima suap hadiah atau gratifikasi berbentuk uang sebesar Rp1,5 miliar tanpa kuitansi, yang diterima Al-Azmi, mantan Kabid BPN Kabupaten Pelalawan," ungkap JPU Romy.
JPU menyusun berkas dakwaan setebal 88 halaman yang dibacakan secara bergiliran oleh JPU Romy Rozali, Delmawati dan Banu Laksamana.
Dalam berkas dakwaan disebutkan bahwa terdakwa yang saat itu menjabat Sekretaris Daerah Pelalawan diduga melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama dengan Syahrizal Hamid, Tengku Al-Azmi, Lahmuddin alias Atta, dan Tengku Alfian Helmi, serta Rahmad.
JPU menyebut mereka semua melakukan pidana korupsi dengan menyalahgunakan wewenang dalam kegiatan pengadaan lahan untuk perluasan perkantoran pemerintahan Bhakti Praja Kabupaten Pelalawan.
Kasus tersebut bermula dari tahun 2002 hingga 2011, di mana Pemkab Pelalawan berencana membangun gedung perkantoran pemerintahan dengan nama Gedung Bhakti Praja.
Untuk pembangunan ini, Pemkab Pelalawan membeli lahan kebun kelapa sawit milik PT Khatulistiwa Argo Bina, Logging RAPP RT 1 RW 2 Dusun I Harapan Sekijang, seluas 110 hektare dengan harga Rp20 juta per hektare.
Ketika itu, Marwan Ibrahim yang menjabat sebagai Sekretaris Daerah menyetujuinya. Namun, permasalahan timbul ketika lahan tersebut diurus ulang atas nama keluarga terdakwa Syahrizal.
Ganti rugi ini dilakukan lagi dari tahun 2007 hingga tahun 2011, sehingga biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan dana APBD tiap tahunnya beragam.
Awalnya, terdakwa melakukan dugaan korupsi pada tahun 2002 dengan menyetujui pembayaran uang sebesar Rp500 juta kepada Syahrizal Hamid, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Pelalawan.
Uang tersebut dipergunakan Syahrizal Hamid untuk membeli tanah milik PT Khatulistiwa. Namun, Marwan tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaannya.
Terdakwa Marwan Ibrahim, kembali menjabat selaku Sekdakab Pelalawan pada tahun 2009, dan turut menjabat sebagai Ketua Panitia Pengadaan Tanah untuk perluasan perkantoran Bhakti Praja Tahun Anggaran (TA) 2009, yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKKD) Kabupaten Pelalawan.
Dalam kasus ini, Marwan tidak sendirian karena sudah empat orang pelaku lainnya, yakni mantan pejabat Pelalawan diseret ke meja hijau. Marwan ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2013 oleh Polda Riau, namun baru ditahan setelah kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau pada Agustus 2014.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Achmad Setyo Pudjoharsoyo menunda sidang selama sepekan, dengan agenda lanjutan mendengarkan keterangan saksi. Terdakwa Marwan melalui penasihat hukumnya, Tumpal H Hutabarat menyatakan tidak mengajukan keberatan atas dakwaan JPU.
"Dakwaan JPU terlalu dangkal, karena itu tidak mengajukan eksepsi. Kita lihat saja nanti, bagaimana pembuktian JPU dalam persidangan berikutnya," ucap Tumpal.
Sementara itu, Marwan Ibrahim memilih bungkam menanggapi pertanyaan jurnalis.