Pekanbaru (ANTARA) - Tokoh adat berinisial JS diamankan Polda Riau atas dugaan jual beli lahan secara ilegal di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan.
“JS ini memanfaatkan klaim sebagai batin atau pemangku adat untuk menjual kawasan konservasi. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga kejahatan terhadap masa depan lingkungan dan generasi mendatang,” kata Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan di Pekanbaru, Senin.
JS yang mengaku sebagai batin diduga menjual lahan dengan dalih memiliki hak ulayat seluas 113 ribu hektare. Padahal, kawasan tersebut merupakan hutan konservasi yang dilindungi.
Pengungkapan kasus ini bermula dari penangkapan tersangka DY pada Februari lalu. DY membeli sekitar 20 hektare lahan di kawasan TNTN dari JS. Dari penyidikan terhadap DY, penyidik menemukan fakta bahwa JS telah menyerahkan lahan kepada banyak pihak atas nama hak ulayat.
Saat ini, DY memiliki 20 hektare yang dibelinya pada tahun 2023 dan kini hutan di kawasan TNTN tersebut telah terang dan berganti dengan pohon sawit.
Namun, hasil kajian ahli kehutanan dan hukum agraria menunjukkan bahwa klaim hak ulayat yang digunakan JS tidak memiliki dasar hukum dan tidak tercatat sebagai wilayah adat resmi.
“Kami sudah minta pendapat ahli, dan tidak ada satu pun bukti yang menguatkan bahwa klaim tersebut sah secara hukum,” jelas Irjen Herry.
Irjen Herry menekankan pihaknya mendukung pelestarian nilai-nilai adat dan kearifan lokal, namun tidak akan mentolerir penyalahgunaannya untuk kepentingan pribadi.
“Jangan jadikan simbol adat sebagai tameng untuk merusak hutan dan memperkaya diri sendiri," ujarnya.
Tak berhenti di situ, Polda Riau saat ini tengah mendalami keterlibatan pihak lain dan menelusuri para penerima lahan ilegal tersebut. Selain itu, Polda Riau juga telah membentuk Satgas khusus yang menangani kasus perambahan hutan.
Akibat perbuatannya, JS disangkakan atas Pasal 40B ayat (1) huruf d UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.