Markas PBB, New York (ANTARA) - Di tengah laporan yang terus menerus masuk tentang serangan Israel di kelima kegubernuran di Gaza, badan-badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (2/12) mengatakan telah merespons panggilan darurat dari Pertahanan Sipil Gaza dan membantu mengoordinasikan penyelamatan korban luka di Kota Gaza.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) menyatakan bahwa operasi penyelamatan dilakukan pada Senin (1/12) di daerah Tufah, setelah adanya panggilan darurat dari tim-tim Pertahanan Sipil Gaza. Rincian mengenai isi panggilan darurat tersebut tidak tersedia.
Baca juga: Perang Paksa Anak Gaza Dewasa Sebelum Waktunya
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan timnya memimpin evakuasi medis 18 pasien dan 54 pendampingnya dari Gaza untuk mendapatkan perawatan di luar negeri. WHO mengungkapkan bahwa lebih dari 16.500 pasien masih membutuhkan perawatan penyelamat nyawa yang tidak tersedia di Gaza.
OCHA menyatakan dengan semakin dekatnya musim dingin, komunitas kemanusiaan di Jalur Gaza sedang berupaya meningkatkan penyaluran bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan, termasuk anak-anak, yang telah sangat menderita dalam dua tahun terakhir.
Dalam dua bulan terakhir, selain pendistribusian barang-barang esensial lainnya, mitra-mitra kemanusiaan telah menyalurkan puluhan ribu barang penting untuk membantu mempersiapkan diri menghadapi cuaca yang lebih dingin, termasuk sepatu, pakaian, selimut, dan handuk kepada anak-anak di Jalur Gaza.
OCHA kembali menyerukan pembukaan semua perlintasan perbatasan dan koridor yang tersedia, sehingga pasien bisa mendapatkan perawatan di Tepi Barat. OCHA juga menekankan pentingnya akses tanpa hambatan bagi tim medis darurat internasional untuk masuk ke Gaza.
Baca juga: Gaza Kembali Tercekik: Pelanggaran Gencatan Senjata Bikin Bantuan Tersisa Sepertiga
Di Tepi Barat, OCHA mengatakan pihaknya tetap mencemaskan dampak operasi pasukan Israel di kegubernuran bagian utara, Tubas dan Jenin dalam beberapa hari terakhir. OCHA menyebutkan adanya laporan tentang pengungsian, kerawanan, penghancuran jaringan air, dan penutupan sejumlah struktur komersial.
"Dalam dua hari terakhir saja, sekitar 20-an keluarga Palestina mengungsi dari rumah mereka, yang telah diubah menjadi pos-pos pengamatan militer," sebut OCHA.
