Pekanbaru (ANTARA) - Kabupaten Kepulauan Meranti adalah daerah yang lahir dari sejarah panjang perjuangan, kearifan lokal, dan semangat masyarakat pesisir yang tangguh. Pada usia ke-17 tahun, Kepulauan Meranti telah melewati berbagai fase penting—dari masa perjuangan pemekaran, pembentukan jati diri daerah, hingga upaya membangun masa depan yang lebih maju dan sejahtera.
Jejak Sejarah Sebelum Pemekaran
Jauh sebelum menjadi kabupaten, wilayah Kepulauan Meranti merupakan bagian dari Kabupaten Bengkalis. Daerah ini dikenal sebagai kawasan kepulauan dengan masyarakat yang hidup dari laut, sungai, dan hutan sagu. Letaknya yang strategis di pesisir Selat Malaka menjadikan Meranti sebagai jalur perdagangan tradisional sejak masa kerajaan Melayu, sekaligus pintu masuk budaya dan peradaban.
Namun, kondisi geografis yang berupa pulau-pulau menyebabkan rentang kendali pemerintahan cukup jauh. Masyarakat Meranti menghadapi tantangan keterbatasan infrastruktur, pelayanan publik, serta akses pembangunan. Dari sinilah tumbuh kesadaran kolektif dan semangat untuk memperjuangkan pemekaran daerah agar pembangunan bisa lebih dekat dan merata.
Perjuangan panjang itu akhirnya berbuah hasil. Pada 19 Desember 2008, Kabupaten Kepulauan Meranti resmi berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009. Momen ini menjadi tonggak sejarah penting sekaligus awal lembaran baru bagi masyarakat Meranti untuk mengatur dan membangun daerahnya sendiri.
Sebagai kabupaten baru, Meranti menghadapi tantangan besar: keterbatasan anggaran, minimnya infrastruktur dasar, serta kebutuhan sumber daya manusia yang memadai. Namun, dengan semangat kebersamaan, para pemimpin daerah, tokoh masyarakat, dan seluruh elemen rakyat bahu-membahu membangun pondasi daerah.
Dalam 17 tahun perjalanannya, Kepulauan Meranti terus berbenah. Pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, pendidikan, dan kesehatan mulai dirasakan manfaatnya.
Selatpanjang tumbuh sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, sementara kecamatan-kecamatan lain perlahan mendapatkan akses pembangunan yang lebih baik.
Identitas Meranti sebagai daerah sagu semakin menguat. Sagu bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga simbol budaya dan ketahanan pangan lokal. Selain itu, sektor perikanan, UMKM, serta ekonomi masyarakat pesisir terus menjadi penopang kehidupan rakyat.
Di sisi lain, Meranti juga diuji oleh berbagai tantangan: keterbatasan fiskal, persoalan kemiskinan, stunting, serta tantangan geografis dan perubahan zaman. Namun justru dari tantangan inilah tumbuh keteguhan dan daya juang masyarakat Meranti.
Meranti Hari Ini: Refleksi di Usia 17 Tahun
Usia 17 tahun adalah usia simbolik—usia bangkit, usia harapan, dan usia menatap masa depan. Kepulauan Meranti hari ini adalah daerah yang terus belajar, berproses, dan berbenah. Generasi mudanya mulai tampil membawa gagasan, inovasi, dan semangat baru.
Pemerintahan daerah terus berupaya menghadirkan tata kelola yang lebih baik, transparan, dan berpihak kepada rakyat.
Meranti kini tidak hanya berbicara tentang ketertinggalan, tetapi juga tentang potensi: potensi sumber daya alam, budaya Melayu yang kuat, serta sumber daya manusia yang semakin terdidik dan berdaya saing.
Menatap Masa Depan Kepulauan Meranti
Ke depan, Kepulauan Meranti diharapkan tumbuh sebagai kabupaten kepulauan yang maju, unggul, dan berkarakter Melayu, dengan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Sinergi antara pemerintah, masyarakat, tokoh adat, pemuda, dan seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci utama.
Di usia ke-17 ini, Meranti bukan lagi sekadar daerah yang “baru lahir”, tetapi daerah yang sedang menuju kedewasaan. Dengan semangat persatuan, kerja keras, dan doa seluruh masyarakat, Kepulauan Meranti diyakini mampu melangkah lebih jauh—menjadi rumah yang *Mulia* dan *memBahagiakan* bagi seluruh warganya.
*Selamat Ulang Tahun ke-17 Kabupaten Kepulauan Meranti.*
Teruslah tumbuh, berbenah, dan melaju demi Meranti yang lebih baik.
Unggul, Agamis dan Sejahtera*
Penulis :RISNALDI.S.Si*
KETUA HIMMI (HIMPUNAN MUDA MULIA INDONESIA MERANTI)
