Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menyatakan terbuka terhadap kedatangan tokoh atau organisasi dari Jepang yang ingin membantu memperbaiki hubungan kedua negara, di tengah memanasnya situasi akibat pernyataan Perdana Menteri Sanae Takaichi mengenai Taiwan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Selasa (02/12), mengatakan banyak tokoh berwawasan luas di Jepang yang khawatir atas dampak negatif dan konsekuensi serius dari pernyataan Takaichi. Ia berharap organisasi-organisasi terkait di Jepang dapat mengambil peran lebih positif.
Pernyataan itu muncul setelah Persatuan Parlemen Persahabatan Jepang-China dan KEIDANREN (Federasi Bisnis Jepang) menyampaikan keinginan untuk berkunjung ke China dalam waktu dekat.KEIDANREN sebelumnya telah bertemu Perdana Menteri Li Qiang dan Menteri Perdagangan Wang Wentao pada Januari 2024, dalam kunjungan pertama mereka setelah empat tahun.
China mendesak Jepang melakukan introspeksi dan memperbaiki kesalahan dengan menarik kembali pernyataan keliru Takaichi. Lin Jian meminta Jepang berhenti melukai perasaan kedua bangsa serta mengambil langkah nyata untuk memenuhi komitmen politiknya kepada China dan menciptakan kondisi yang memungkinkan pertukaran normal.
Menurut Lin Jian, pernyataan PM Takaichi mengenai Taiwan secara terang-terangan menentang hasil Perang Dunia II, tatanan internasional pascaperang, dan melanggar Piagam PBB.
Ia menegaskan bahwa China telah mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB terkait pernyataan tersebut, yang kemudian dibalas oleh Perwakilan Tetap Jepang untuk PBB. Dalam surat balasan tersebut, Jepang menyebut kebijakan pertahanannya merupakan strategi pasif yang sepenuhnya berorientasi pertahanan dan bahwa ucapan Takaichi mencerminkan sikap tersebut.
Lin Jian menilai surat Jepang itu penuh pandangan keliru. Ia mempertanyakan apa yang sebenarnya dimaksud dengan “posisi konsisten” Jepang terkait isu Taiwan, karena menurutnya Tokyo tidak pernah memberikan jawaban langsung. Ia menegaskan kembali bahwa Taiwan adalah wilayah China, dan penyelesaian isu tersebut merupakan urusan internal yang tidak boleh dicampuri pihak mana pun.
Ia juga menyinggung bahwa pernyataan Takaichi yang mengaitkan “situasi yang mengancam kelangsungan hidup” Jepang dengan “kontinjensi Taiwan” menyiratkan potensi penggunaan kekuatan terhadap China.
Jepang juga dinilai mencoba mengalihkan isu dengan menuduh negara lain melakukan pembangunan pertahanan dan tindakan koersif. Lin Jian menyebut kelompok sayap kanan Jepang tidak pernah berhenti berupaya memutihkan sejarah agresinya.
Atas dasar itu, Perwakilan Tetap China di PBB telah mengirim surat balasan yang menegaskan kembali posisi tegas Beijing menentang upaya Jepang membalikkan arah sejarah. Lin Jian menambahkan bahwa setiap kekuatan eksternal yang mencampuri urusan Selat Taiwan akan menghadapi respons tegas dari China.
Ketegangan kedua negara meningkat sejak awal November 2025, setelah PM Takaichi menyatakan bahwa penggunaan kekuatan militer China terhadap Taiwan dapat menimbulkan “situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang”. Pernyataan tersebut ditafsirkan sebagai sinyal kemungkinan keterlibatan Pasukan Bela Diri Jepang dalam skenario terkait Taiwan.
China kemudian mengambil serangkaian langkah balasan, seperti menangguhkan kembali impor produk laut Jepang, membatalkan pertemuan pejabat tinggi, menyarankan warga untuk tidak bepergian atau belajar di Jepang, menghentikan rilis film Jepang, dan berjanji merespons tegas jika Tokyo terlibat secara militer dalam urusan Taiwan.
Selain berbicara di parlemen, PM Takaichi juga berkomunikasi melalui telepon dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Selasa (26/11).
Media melaporkan bahwa Trump secara halus menyarankan Takaichi agar tidak memprovokasi China mengenai isu kedaulatan Taiwan. Trump juga disebut telah menerima penjelasan mengenai kendala politik domestik yang dihadapi Takaichi dan memahami bahwa ia mungkin tidak dapat sepenuhnya menarik kembali pernyataan yang membuat Beijing marah.
Percakapan tersebut terjadi sehari setelah Trump berbicara dengan Presiden China Xi Jinping di tengah meningkatnya ketegangan antara Beijing dan Tokyo terkait Taiwan.
