Pekanbaru (ANTARA) - Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan menyatakan niat mengangkat dua gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) sebagai anaknya sebagai komitmennya terhadap pelestarian lingkungan hidup.
Dua gajah muda bernama Domang dan Tari tersebut belakangan mencuri perhatian publik karena tingkahnya yang lucu. Namun, di balik kelucuan itu, keduanya menjadi simbol dari habitat yang terusik akibat perambahan hutan secara ilegal di kawasan TNTN.
“Saya mewakili suara Domang dan Tari serta gajah lainnya di kawasan TNTN bahwa kita harus menuntut kembali rumah mereka agar mereka bebas hidup dan bermain di habitat mereka,” ujar Irjen Herry di Pekanbaru, Senin (23/6).
Ia menegaskan bahwa sebagai aparat penegak hukum, dirinya mengambil posisi sebagai “pengacara” bagi hutan dan satwa liar yang tidak bisa menyuarakan suaranya secara langsung.
“Hutan yang dirambah, yang ditebang itu tak punya pengacara. Saya berdiri di sini yang merupakan aparat hukum adalah pengacaranya. Dan hukum harus ditegakkan,” ucapnya.
Langkah ini merupakan bagian dari pendekatan green policing, yaitu bentuk tanggung jawab kepolisian dalam melindungi sumber daya alam dan menjaga kelestarian lingkungan hidup dari berbagai tindak kejahatan ekologis.
Sebelumnya, Polda Riau telah mengungkap kasus jual beli lahan secara ilegal di kawasan TNTN yang diduga dilakukan oleh oknum tokoh adat berinisial JS. Kapolda menegaskan tidak akan mentolerir penyalahgunaan simbol adat untuk kepentingan pribadi dan perusakan lingkungan.
“Jangan jadikan simbol adat sebagai tameng untuk merusak hutan dan memperkaya diri sendiri,” katanya.
Untuk memperkuat penindakan, Polda Riau telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus yang fokus menangani kasus-kasus perambahan hutan serta menelusuri para penerima lahan ilegal.