Jakarta (ANTARA) - Sebuah studi yang diterbitkan baru-baru ini dalam jurnal Nature menunjukkan keberadaan strain bakteri Escherichia coli (E. coli) tertentu dalam usus selama masa kanak-kanak terkait dengan diagnosis kanker kolorektal di bawah usia 40 tahun.
Ditulis laman Everyday Health, Kamis (1/5), meskipun banyak jenis E. coli tidak berbahaya dan bahkan bermanfaat bagi saluran pencernaan, beberapa jenis menghasilkan racun yang disebut kolibaktin, yang mampu mengubah DNA manusia.
"Dalam studi terbaru kami, kami mampu menunjukkan bahwa kanker kolorektal dini sangat berbeda dari kanker kolorektal lanjut," kata penulis senior Ludmil Alexandrov, PhD, profesor di departemen bioteknologi dan departemen kedokteran seluler dan molekuler di UC San Diego.
"Kami dapat melihat dengan sangat jelas bahwa lebih dari separuh dari semua kanker kolorektal dini memiliki mutasi dari sesuatu yang disebut kolibaktin.
"Temuan ini menunjukkan bahwa paparan spesifik ini kemungkinan besar terjadi dalam 10 tahun pertama kehidupan, yang berarti bahwa anak-anak dengan infeksi penyebab mutasi ini di usus besar mereka menghadapi risiko lebih tinggi terkena kanker kolorektal saat dewasa muda.
Kepala konsultan medis Colorectal Cancel Alliance di Washington DC John Marshall MD mengatakan fenomena kanker kolorektal dapat bertambah dua kali lipat di kalangan usia 55 tahun ke bawah dan jika berlanjut dapat diproyeksikan menjadi penyebab utama kematian terkait kanker di kalangan dewasa muda pada 2030.
Dalam upaya mencari tahu apa yang mendorong tingginya angka kanker ini, peneliti seperti Dr. Alexandrov dan Marshall telah meneliti bagaimana mikrobioma usus dapat memengaruhi perkembangan kanker.
Para peneliti menganalisis DNA tumor kanker kolorektal dari 981 pasien dengan penyakit yang muncul pada tahap awal dan akhir di 11 negara dengan berbagai tingkat risiko kanker kolorektal.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa mutasi DNA terkait kolibaktin 3,3 kali lebih umum terjadi pada kasus yang muncul pada tahap awal (khususnya pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun) dibandingkan pada mereka yang didiagnosis setelah usia 70 tahun.
"Pola mutasi ini merupakan semacam catatan sejarah dalam genom, dan menunjukkan paparan kolibaktin pada awal kehidupan sebagai kekuatan pendorong di balik timbulnya penyakit pada tahap awal,” kata Alexandrov.
Sejauh ini, para ilmuwan tidak yakin apa yang mungkin memicu infeksi E. coli yang terkait dengan kanker kolorektal.
Mariana Byndloss, PhD, asisten profesor patologi, mikrobiologi, dan imunologi di Vanderbilt University Medical Center, yang telah mempelajari efek spesies E. coli yang berbahaya, berspekulasi bahwa antibiotik, seperti antibiotik untuk infeksi telinga dan radang tenggorokan dapat berperan.
Dia mencatat bahwa pola makan tinggi lemak, pola makan rendah serat, dan pola makan yang kaya akan makanan olahan juga dapat menjadi faktor karena pola makan tersebut tidak cukup “memberi makan” mikroba baik yang bermanfaat bagi kesehatan usus.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko mungkin tidak menyusui (yang dianggap menurunkan perlindungan terhadap infeksi) dan operasi caesar (yang mengurangi paparan mikroorganisme vagina yang berpotensi bermanfaat), menurut Marshall.
"Bisa jadi juga anak-anak tidak mendapatkan cukup paparan terhadap berbagai hal di lingkungan kita — mereka tidak makan banyak tanah dan terlalu sering mencuci tangan. Jadi, mereka mungkin tidak memiliki keragaman dan kekayaan mikrobioma yang baik," katanya.
Cathy Eng, MD, direktur Program Kanker Dewasa Muda di Vanderbilt-Ingram Cancer Center (VICC) di Nashville, Tennessee mengatakan penyakit tersebut multifaktorial dan membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi hasil ini, dan mengenali gejala kanker kolorektal dini dengan menjalani tes skrining kolonoskopi untuk mengangkat potensi kanker jinak sejak dini.