Jakarta (ANTARA) - Menjelang tutup buku 2024 dan dunia menghitung mundur momen kedatangan fajar baru di ufuk timur 1 Januari 2025, ketidakstabilan global tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Alih-alih berakhir, ketidakstabilan dunia yang antara lain ditandai dengan beragam tragedi kehidupan yang sebagian disebabkan oleh akibat dampak perang, konflik, pemanasan global, dan perubahan iklim, terus mendera sejumlah kawasan.
Di tengah peristiwa-peristiwa memilukan di banyak tempat itu, masyarakat dunia terus menyaksikan peningkatan rivalitas geopolitik antarbangsa besar dan fragmentasi geoekonomi.
Tak sampai di situ, di saat kampanye genosida Israel di Gaza, Palestina, terus berlangsung tanpa jeda sejak pecah perang 7 Oktober 2023, dunia juga menyaksikan kejadian beruntun kecelakaan pesawat di pengujung 2024.
Aksi biadab militer Zionis itu sendiri telah menewaskan lebih dari 46 ribu warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, namun jumlah korban tewas dan luka-luka dalam insiden penerbangan di Kazakhstan, Kanada, Norwegia, dan Korea Selatan itu juga tidak bisa dianggap kecil.
Di tengah situasi dan kondisi dunia yang tak menentu dan penuh tragedi itu, masyarakat dunia, termasuk kita di Indonesia, bersiap memasuki tahun baru Masehi tanpa pilihan, kecuali meneruskan hidup dan kehidupan.
Dalam suasana que sera, sera inilah, Indonesia dan banyak negara lain di belahan Bumi mana pun dituntut untuk bersiap dan mampu menyongsong masa depan penuh dengan ketidakpastian ini.
Karena itu, langkah-langkah cerdas dan proaktif sangat penting agar Indonesia mampu merespons secara efektif beragam peluang dan tantangan yang mungkin muncul pada 2025 dan beberapa tahun mendatang.
Mengingat perkembangan dinamika di kawasan dan dunia saat ini, Indonesia dirasa perlu bersiap menghadapi setidaknya lima isu regional dan global yang akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada 2025.
Kepada ANTARA di Bogor, Senin (30/12), Muhammad Teguh Ariffaiz Nasution, analis pertahanan dari lembaga kajian Horizon, menyampaikan kelima isu penting yang menuntut langkah antisipatif Pemerintah itu.
Masalah pertama yang perlu mendapat perhatian adalah rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok yang meningkat.
Sebagai negara yang berada di Kawasan Indo-Pasifik, Teguh Nasution berpendapat bahwa Pemerintah RI tidak bisa mengabaikan konsekuensi dari peningkatan rivalitas dua "gajah" itu.
Dalam hal ini, kemenangan Donald Trump atas Kamala Harris dalam Pemilihan Presiden AS baru-baru ini perlu diantisipasi. Kembalinya Trump ke Gedung Putih pada Januari 2025 itu diperkirakan berimplikasi secara signifikan terhadap hubungan AS-Tiongkok.