Tim KJFD Fisip Unri teliti penggunaan pupuk organik di kebun sawit transmigran Siak

id Kjfd, kjfd fisip unri

Tim KJFD Fisip Unri teliti penggunaan pupuk organik di kebun sawit transmigran Siak

Tim KJFD Fisip Unri saat bertemu masyarakat. (ANTARA/dok)

Pekanbaru (ANTARA) - Tim Kelompok Jabatan Fungsional Dosen FISIP Universitas Riau melakukan penelitian terkait penggunaan pupuk organik pada perkebunan kelapa sawit di Desa Banjar Seminai, Kabupaten Siak, yang awalnya merupakan wilayah transmigrasi tahun 1989-1990.

Dalam rangka pelaksanaan transmigrasi, pemerintah memberikan tanah yang penggunaannya untuk lahan perumahan, lahan pangan dan perkebunan. Saat ini, pekarangan rumah warga yang merupakan transmigran ditanam padi darat, singkong, nangka, nenas, pisang, rambutan dan jambu air.

Desa Banjar Seminai berasal dari nama sebuah kayu yang bernama Seminai, namun saat ini kayu tersebut sudah tidak ditemui.

“Pertama masuk transmigrasi, 1000 hektare perkebunan diperuntukkan untuk 500 KK. Desa Banjar Seminai ini ada empat dusun yaitu blok A Banjar Agung, Banjar Tengah, Suka Jaya dan Dusun Inti,” kata ketua KUD Desa Banjar Seminai, Hery.

Ia mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat masih menggunakan pupuk kimia untuk kebutuhan perkebunan misalnya seperti dolomit, urea, TSP, KCl. Namun pupuk-pupuk kimia tersebut mulai didampingkan dengan pupuk organik seperti pupuk tangkos dan pupuk kotoran ayam.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa saat ini ada program petani sawit rakyat (PSR) yaitu program peremajaan sawit seluas 1000 hektare dan di Desa Banjar Seminai ikut program tersebut seluas 216 hektare. Program ini disubsidi pemerintah melalui BPDPKS.

Saat ini, replanting-nya sudah berumur 4 tahun dan secara menyeluruh masih dalam pengawasan PT Perkebunan Nusantara, baik dari pupuk, perawatan dan lainnya, semua pupuk masih menggunakan kimia.

"Sempat ada pupuk organik, namanya pupuk hospindo, namun saat ini sudah tidak ada lagi,” jelasnya.

Ketua KJFD Hubungan Internasional, Konsentrasi Ekonomi Politik Internasional Dr Umi Oktyari Retnaningsih MA menyampaikan bahwa sangat penting untuk mempraktikkan pertanian yang pro-lingkungan seperti penggunaan pupuk organik dan pemeliharaan diversifikasi tumbuhan alami setempat.

“Pemanfaatan lingkungan sekitar untuk tanaman pangan dan obat perlu ditingkatkan, misalnya seperti tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan baik daun maupun buahnya, tetapi saat peninjauan lapangan, di pekarangan masyarakat setempat sangat jarang ditemukan pohon tersebut, namun saya menemukan bunga langka yaitu bunga anggrek grammatophyllum atau anggrek macan,” jelasnya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada masyarakat setempat, pohon pepaya hanya dimanfaatkan buahnya yang muda saja untuk disayur.

“Menurut saya, hal ini merupakan suatu yang memprihatinkan mengingat Indonesia kaya akan tanaman baik buah-buahan maupun sayuran yang berguna bagi kesehatan tetapi masyarakat belum menyadarinya, sementara itu di luar negeri orang berusaha untuk mengonsumsinya meski harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit," jelasnya.