Moskow (ANTARA) - Pemimpin fraksi sayap kanan National Rally di majelis rendah Prancis, Marine Le Pen, pada Senin (26/8) mendesak Presiden Emmanuel Macron mengadakan sesi sidang darurat parlemen.
Le Pen mendesak hal itu guna memungkinkan adanya pemungutan suara segera untuk pengajuan mosi tidak percaya terhadap pemerintah baru sebelum sidang reguler parlemen yang akan dimulai pada 1 Oktober.
Sebelum desakan Le Pen itu, pada hari yang sama, Macron juga telah mengadakan putaran pembicaraan lain dengan perwakilan oposisi, yang dilakukan dengan Le Pen dan pemimpin National Rally, Jordan Bardella, untuk membahas susunan pemerintahan mendatang.
"Saya ingin Majelis Nasional memiliki kemampuan untuk mengajukan mosi tidak percaya jika diperlukan," kata Le Pen kepada wartawan setelah pertemuan tersebut.
Dia juga menentang perdana menteri baru yang dapat "menjalankan kebijakan beracun dan berbahaya bagi Prancis" selama sebulan ke depan jika tidak ada sidang darurat parlemen.
Le Pen juga menegaskan kembali bahwa National Rally mendukung ide untuk "secara langsung mengajukan kepada rakyat" melalui referendum jika parlemen gagal mencapai kesepakatan tentang perdana menteri dan susunan pemerintahan.
Hasil pemilihan umum cepat baru-baru ini di Prancis membuat negara tersebut menghadapi parlemen yang menggantung karena tidak ada partai yang memegang mayoritas.
Front Populer Baru, sebuah aliansi luas yang mencakup La France Insoumise, Sosialis, Hijau, dan Komunis, muncul sebagai pemenang dalam putaran kedua, meraih 182 kursi di Majelis Nasional majelis rendah.
Kaum sentris menempati posisi kedua dengan 168 kursi, sementara National Rally memenangkan 143 kursi.
Dalam kesempatan lain di hari yang sama, Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak kemungkinan koalisi sayap kiri untuk berpartisipasi dalam pemerintahan baru Prancis, demikian dilaporkan oleh stasiun televisi BFMTV.
Setelah putaran pertama konsultasi di Istana Elysee, Macron mengumumkan bahwa ia tidak mempertimbangkan perwakilan dari Front Populer Baru, sebuah aliansi luas yang mencakup La France Insoumise, Sosialis, Hijau, dan Komunis, untuk memimpin pemerintahan karena alasan "stabilitas kelembagaan," lapor BFMTV.
Setelah konsultasi tersebut, menjadi jelas bahwa mosi tidak percaya akan diajukan terhadap pemerintahan Front Populer Baru, papar stasiun televisi itu.
Baca juga: Presiden Prancis Emmanuel Macron tolak pengunduran diri PM Attal
Baca juga: Sinyal cengkeraman sayap kanan menguat di wilayah Eropa
Berita Lainnya
Saat Natal dan Tahun Baru, kelurahan-kecamatan di Jaksel diingatkan untuk gandeng aparat
19 December 2024 12:39 WIB
Presiden Prabowo bertemu PM Pakistan bahas kerja sama ekonomi dan perdagangan
19 December 2024 12:05 WIB
Warga Gaza dambakan perdamaian dan kehidupan normal
19 December 2024 12:00 WIB
Film "Perang Kota" akan jadi penutup festival film Rotterdam, Belanda ke-54
19 December 2024 11:38 WIB
Bandara Radin Inten perkirakan capai 95 ribu penumpang di libur akhir tahun
19 December 2024 11:29 WIB
Baznas dan Kemenag resmi luncurkan peta jalan zakat 2045
19 December 2024 11:20 WIB
IHSG Bursa Efek Indonesia melemah di tengah The Fed pangkas suku bunga acuan
19 December 2024 11:12 WIB
Nilai tukar rupiah melemah tajam karena The Fed beri pernyataan sangat "hawkish"
19 December 2024 10:35 WIB