Singapura (ANTARA) - Harga minyak merosot di awal perdagangan Asia pada Senin pagi, karena tekanan ekonomi makro global dan kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve AS mengimbangi perkiraan pasokan yang lebih ketat di tengah pemotongan pasokan OPEC+.
Minyak mentah berjangka Brent turun 20 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 75,21 dolar AS per barel pada pukul 00.44 GMT setelah naik 0,8 persen pada Jumat (30/6/2023).
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 23 sen atau 0,3 persen menjadi diperdagangkan pada 70,41 dolar AS per barel, setelah ditutup 1,1 persen lebih tinggi di sesi sebelumnya.
Brent turun untuk kuartal keempat berturut-turut pada akhir Juni sementara WTI mencatat penurunan kuartalan kedua karena dua ekonomi teratas dunia, AS dan China, kehilangan kecepatan pada kuartal kedua.
Kekhawatiran perlambatan lebih lanjut yang merugikan permintaan bahan bakar meningkat setelah data pada Jumat (30/6/2023) menunjukkan inflasi AS masih melampaui target 2,0 persen bank sentral dan memicu ekspektasi akan menaikkan suku bunga lagi.
"Komentar hawkish tentang suku bunga terus meningkatkan kekhawatiran prospek permintaan yang membebani harga," kata analis National Australia Bank (NAB) dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.
Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperkuat greenback, membuat komoditas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, dan juga mengurangi permintaan minyak.
Kemudian pada Senin, Caixin akan merilis survei bulanan PMI manufaktur sektor swasta untuk China pada Juni yang diperkirakan akan turun sedikit dari Mei.
Para ekonom dan analis telah menurunkan perkiraan harga Brent mereka menjadi rata-rata 83,03 dolar AS per barel pada tahun 2023, dalam jajak pendapat Reuters pada Juni.
Namun, beberapa analis memperkirakan pasokan akan semakin ketat dan mendorong harga lebih tinggi di paruh kedua setelah eksportir utama Arab Saudi menjanjikan pengurangan produksi tambahan 1 juta barel per hari pada Juli, sementara AS secara bertahap mengisi Cadangan Minyak Strategis (SPR)-nya.
"Kami terus melihat kenaikan dari level saat ini karena pasar diperkirakan akan mengalami defisit pada semester kedua 2023," kata analis NAB.
Namun, survei Reuters terbaru menunjukkan produksi minyak OPEC hanya turun sedikit pada Juni karena kenaikan produksi di Irak dan Nigeria membatasi dampak pemotongan oleh pihak lain.
Investor menantikan konferensi akhir pekan ini yang diselenggarakan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk isyarat pasokan.
Rig minyak AS turun satu menjadi 545 minggu lalu, level terendah sejak April 2022, sementara rig gas turun enam menjadi 124, terendah sejak Februari 2022, data Baker Hughes menunjukkan.
Produksi minyak mentah AS turun pada April menjadi 12,615 juta barel per hari (bph), terendah sejak Februari, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Jumat (30/6/2023).
Baca juga: Harga minyak naik di awal Asia karena penurunan stok AS melebihi perkiraan
Baca juga: Harga minyak merosot, khawatir permintaan setelah suku bunga Inggris naik
Berita Lainnya
PPN 12 persen, kebijakan paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi
19 December 2024 15:53 WIB
Pertamina Patra Niaga siap lanjutkan program BBM Satu Harga di 2025
19 December 2024 15:47 WIB
BNPT-PBNU sepakat terus perkuat nilai Pancasila cegah ideologi radikalisme
19 December 2024 15:38 WIB
Maskapai Garuda Indonesia tambah pesawat dukung operasional di liburan
19 December 2024 15:19 WIB
Kemenekraf berkolaborasi untuk bantu promosikan produk kreatif
19 December 2024 14:52 WIB
Mengapa tidur menggunakan lensa kontak dapat bahayakan mata, begini penjelasannya
19 December 2024 13:25 WIB
Erick Thohir beberkan hasil transformasi sepak bola Indonesia ke FIFA
19 December 2024 13:18 WIB
Mendikdasmen dorong agar kegiatan pembelajaran tak terbatas di sekolah
19 December 2024 13:00 WIB