Singapura (ANTARA) - Minyak merosot untuk sesi kedua berturut-turut dan menuju penurunan mingguan lebih dari 3,0 persen di perdagangan Asia pada Jumat sore, karena kenaikan suku bunga yang lebih tinggi dari perkiraan di Inggris dan peringatan tentang kenaikan suku bunga lebih lanjut di AS memicu kekhawatiran atas permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 56 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 73,58 dolar AS per barel pada pukul 06.55 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tergerus 60 sen atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan pada 68,91 dolar AS per barel.
"Kekhawatiran resesi meningkat lagi setelah kenaikan suku bunga bank-bank sentral dan Fed yang hawkish," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets, menambahkan bahwa dolar yang lebih kuat juga membebani harga.
Kenaikan nilai dolar, yang menguat 0,3 persen minggu ini, dapat membebani permintaan minyak karena membuat harga bahan bakar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Kedua harga acuan minyak mentah telah turun sekitar tiga dolar AS di sesi sebelumnya setelah Bank Sentral Inggris menaikkan suku bunga setengah poin persentase, memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi dan mengurangi permintaan bahan bakar.
Pasar sekarang menunggu rilis Indeks Manajer Pembelian (PMI) dari seluruh dunia pada Jumat untuk melihat aktivitas manufaktur dan tren permintaan.
Di AS, stok minyak mentah membukukan penurunan yang mengejutkan pada minggu lalu, dibantu oleh permintaan ekspor yang kuat dan impor yang rendah, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Kamis (22/6/2023). Namun, persediaan bensin dan sulingan naik.
Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bank sentral akan memindahkan suku bunga dengan "langkah hati-hati" dari sini karena para pembuat kebijakan ingin mengakhiri putaran bersejarah pengetatan kebijakan moneter mereka.
Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman untuk bisnis dan konsumen, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak. Kekhawatiran kenaikan suku bunga oleh bank-bank sentral utama telah mengaburkan prospek permintaan bahan bakar untuk sisa tahun ini.
"Pedagang energi khawatir Fed dan kawan-kawan akan melumpuhkan pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun ini," kata Edward Moya, seorang analis di OANDA.
Baca juga: Harga minyak "rebound", ekspektasi Fed "hawkish" imbangi kekhawatiran China
Baca juga: Harga minyak merosot di Asia, terseret ketidakpastian pertumbuhan China
Berita Lainnya
UNIFIL berduka atas tewasnya petugas penjaga perdamaian akibat tabrakan di Lebanon
16 November 2024 16:25 WIB
Indonesia mulai integrasikan bioenergi dan CCS guna kurangi emisi karbon
16 November 2024 16:10 WIB
Presiden China Xi Jinping ajak anggota APEC promosikan ekonomi inklusif
16 November 2024 15:57 WIB
Mike Tyson kalah dari Paul Jake dalam pertarungan selama delapan ronde
16 November 2024 15:49 WIB
BPBD DKI sebut genangan banjir rob di Jakarta Utara mulai berangsur turun
16 November 2024 15:25 WIB
Ketua MPR Ahmad Muzani lelang 1 ton sapi untuk disumbangkan korban Gunung Lewotobi
16 November 2024 15:10 WIB
Presiden Prabowo: APEC harus jadi model solidaritas dan kolaborasi Asia Pasifik
16 November 2024 14:49 WIB
Nelayan di Flores Timur NTT mulai lakukan aktivitas memancing
16 November 2024 14:01 WIB