Dinilai tak untungkan daerah produsen, Sopandi desak UU DBH Migas direvisi

id Anggota DPRD Meranti Sopandi ,Pembagian DBH Migas ,Desak aturan DBH direvisi ,Kemenkeu ,Pemprov Riau

Dinilai tak untungkan daerah produsen, Sopandi desak UU DBH Migas direvisi

Ketua Komisi III DPRD Kepulauan Meranti, Sopandi. (ANTARA/Rahmat Santoso)

Selatpanjang (ANTARA) - Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti Sopandi mendesak pemerintah pusat untuk merevisiundang-undang Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas (Migas), karena dirinya menilai aturan itu tidak menguntungkan bagi daerah produsen.

Aturan tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. DBH minyak bumi dibagi dengan imbangan 85 persen untuk pemerintah pusat dan 15 persen untuk pemerintah daerah.

"Aturan pembagian DBH Migas yang saat ini diberlakukan belum sepenuhnya memakmurkan masyarakat dan pembangunan bagi daerah penghasil, khususnya Riau," sebut Sopandi kepada ANTARA, Jumat.

Menurut dia, Kepulauan Meranti sebagai wilayah penghasil minyak layaknya hanya menjadi penonton saja. Kekayaan alamnya terus disedot, sementara di daerahnya masih banyak masyarakat miskin dan minim infrastruktur yang perlu diperhatikan.

"Tidak mungkinlah kita yang punya kekayaan alam, tetapi masih banyak masyarakat yang miskin. Kemudian minimnya lapangan pekerjaan, banyak infrastruktur jalan yang parah, dan masih banyak lagi pembangunan yang masih diperlukan," ungkap Politisi PAN itu.

Untuk memperjuangkan hal tersebut, kata pria asal Desa Bokor ini, tidak bisa dilakukan hanya sendiri. Namun ia mengajak para pembuat kebijakan baik di kabupaten kota, Pemprov Riau, maupun anggota DPR RI dapil Riau untuk bersatu mendesak undang-undang DBH dirancang ulang dengan formula pembagian yang adil.

"Mari kita sama-sama satukan tekad meminta pemerintah pusat untuk merevisi UU Nomor 33 Tahun 2004. Atau kasi saja Riau jadi daerah otonomi khusus, sehingga daerah penghasil lebih dominan bagi hasilnya. Jadi ada keistimewaan daerah dengan pembagian 40 persen untuk kita (daerah) dan 60 persen untuk pemerintah pusat. Selama ini pembagian 15 persen tidak berdampak positif bagi pembangunan di tempat kita," beber Sopandi.

Upaya yang dilakukannya bukan tanpa alasan. Ia menginginkan Riau lebih baik ke depan dengan pembangunan yang merata dan masyarakat Riau, khususnya Meranti. Dengan begitu, masyarakat tidak mengadu nasibnya lagi hingga ke negara tetangga Malaysia.

"Kalau sudah banyak lapangan kerja, masyarakat cukup bekerja di daerahnya saja. Jadi tidak ada lagi wilayah yang miskin ekstrim, jalan berlubang, karena semua fasilitas pendukung terbangun di seluruh kabupaten kota di Riau," ujarnya.

Saat ditanya kenapa Riau sudah layak menjadi daerah otonomi khusus, kata Sopandi, karena Riau sudah banyak menyumbang devisa negara dari sektor migas. Apalagi jauh sejak zaman kerajaan, Sultan Siak Syarif Kasim II pada 1946 berkomitmen menyumbang harta kekayaannya tak lain hanya untuk mengisi kemerdekaan dan bergabung dengan Republik Indonesia.

"Bahasa melayu sebagai bahasa Indonesia yang menyatukan Republik Indonesia, maka tidak salah kalau Provinsi Riau dijadikan saja otonomi khusus," pungkas pria yang akrab disapa Atah Pandi itu.