Selatpanjang (ANTARA) - Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, semangat nasionalisme menggema di seluruh penjuru negeri, termasuk di Kabupaten termuda di Riau, Kepulauan Meranti.
Namun di balik gegap gempita peringatan kemerdekaan, terselip ironi yang terus berlangsung. Ribuan warga Meranti masih mengandalkan air tadah hujan sebagai sumber utama kebutuhan air rumah tangga.
Kabupaten Kepulauan Meranti, yang terdiri dari pulau-pulau endapan seperti Pulau Rangsang, Pulau Tebingtinggi, dan Pulau Padang, sebenarnya memiliki potensi besar dalam penyediaan air bersih.
Di berbagai pulau tersebut terdapat tasik atau danau alami seperti Tasik Air Putih, Tasik Air Merah, Tasik Nambus dan Tasik Putripuyu yang menyimpan cadangan air baku dalam jumlah besar. Namun hingga kini, potensi tersebut belum tergarap secara optimal.
"Jika ini dikelola dengan baik masyarakat Meranti tidak perlu minum air tadah hujan, sebagai bahan dasar sehari-hari untuk kebutuhan rumah tangga," kata Anggota Komisi II DPRD Kepulauan Meranti dari Fraksi PAN, Sopandi kepada ANTARA, Senin.
Sopandi menyatakan soal keprihatinannya mengenai hal ini. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan kunjungan ke Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera III di Pekanbaru untuk menyampaikan potensi besar air baku di Meranti. Namun, realisasi pengelolaan air tersebut masih terganjal oleh regulasi kawasan hutan lindung.
"Padahal kita tidak merusak hutan. Kita hanya ingin mengambil air baku untuk kebutuhan masyarakat. Selama ini, masyarakat masih mengonsumsi air hujan dan air gambut. Ini harus segera berubah," ujar Sopandi.
Ia menegaskan bahwa secara hukum, dasar untuk pengelolaan air bersih sudah kuat. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023, serta diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2023 tentang Kebijakan Nasional Sumber Daya Air, pemerintah daerah memiliki legitimasi untuk mengelola sumber daya air demi kepentingan rakyat.
Sopandi juga menyoroti berbagai program air bersih dari pemerintah pusat seperti Pamsimas, yang menurutnya banyak bersumber dari sumur bor dan kini tidak berfungsi optimal. Ia mendorong agar pengelolaan air bersih ke depan dilakukan oleh badan yang lebih profesional seperti Perumda atau UPT Pengelola Air Bersih.
"Dalam waktu dekat, kami akan memanggil Dinas PUPR untuk melakukan rapat konsolidasi. Kita ingin ada langkah konkret untuk mewujudkan akses air bersih bagi masyarakat Meranti," tambah pria yang akrab disapa Atah Pandi itu.
Ia berharap, pemerintah pusat maupun daerah dapat segera mengambil langkah nyata dalam pengadaan air bersih sebagai bentuk nyata dari kesejahteraan yang dijanjikan oleh kemerdekaan.
"Jangan sampai setelah 80 tahun merdeka, rakyat kita masih bergantung pada air hujan dan sumur bor untuk hidup. Apalagi sumur bor jika pemakaiannya lama, maka semakin surutnya permukaan air tanah bisa mengakibatkan bencana yang datang di kemudian hari," pungkasnya.