Selatpanjang (ANTARA) - Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan MerantiSopandi angkat bicara soal pembagian porsi Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas bagi daerah penghasil, yang saat ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Menurut dia, wajar Bupati Muhammad Adil mempertanyakan Kementerian Keuangan soal DBH yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil minyak mengingat Kepulauan Meranti sebagai daerah penghasil mampu memproduksi minyak hampir mencapai 8.000 barel per hari di tahun 2022.
Dari jumlah tersebut, kabupaten terbungsu di Riau ini hanya menerima DBH sebesar Rp114 miliar dengan perhitungan harga minyak 60 dollar (US) per barel.
"Saya mendukung penuh perjuangan Bupati Meranti Muhammad Adil yang baru-baru ini menyatakan daerah penghasil seperti Meranti, DBH-nya sangat kecil sekali. Padahal kita termasuk kabupaten termiskin dan daerah perbatasan di Riau," ungkap Sopandi kepada ANTARA melalui pesannya, Selasa.
Ia memandang aturan yang mengatur pembagian DBH Migas belum sepenuhnya adil bagi daerah penghasil. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Sesuai dengan amanat undang-undang tersebut, untuk minyak bumi dibagi dengan imbangan 85 persen untuk pemerintah pusat dan 15 persen untuk pemerintah daerah.
Baca juga: Di depan Kemenkeu, Bupati Meranti pertanyakan DBH dan anggaran PPPK
"Harusnya paling tidak, bagi hasil bisa menjadi 50 persen untuk daerah penghasil dan 50 persen untuk pusat. Kalau 15 persen, apa yang mau kita bangun di Riau ini. Contohnya Meranti hampir 41 ribu lebih penduduk bergantung nasib di Malaysia, kalau tidak bekerja di sana mau makan apa," beber Politisi PAN itu.
Sopandi menilai persoalan ini bisa menjadi refleksi khususnya bagi kabupaten kota lainnya di Riau. Untuk itu, ia mengajak kepala daerah, gubernur, bahkan anggota DPR RI dapil Riau untuk mendukung agar aturan pembagian DBH dilakukan peninjauan kembali oleh pemerintah pusat.
"Saya berharap para kepala daerah di Riau, baik itu bupati, walikota, Gubernur Riau hingga anggota DPR RI asal Riau bisa saling bahu-membahu dan mendukung perjuangan ini. Di sini kita tidak bisa bekerja sendiri. Kalau kita diam saja, minyak makin lama makin habis. Kalau tidak dari sekarang kapan lagi kita mau mensejahterakan masyarakat Riau," ujarnya.
"Sehingga dengan ini, aturan DBH migas bagi daerah penghasil seperti Riau ditinjau kembali. Karena porsinya sangat jauh sekali dengan yang didapat oleh Riau. Padahal di Riau ini masih banyak infrastruktur yang sangat minim, bahkan ada daerah yang tidak ada sama sekali merasa dampak pembangunan," tambah Sopandi.
Pemerintah pusat, lanjut dia, harusnya memperhitungkan dan memberikan perhatian lebih kepada daerah perbatasan seperti Kepulauan Meranti, Bengkalis, Dumai, Siak, Inhil dan Rohil. Infrastruktur jalan dan beberapa sektor lainnya di daerah tersebut masih sangat minim.
"Saya merasakan itu, karena saya tinggal di daerah perbatasan yakni Pulau Rangsang, yang berbatasan langsung dengan Malaysia," pungkas dia.
Berita Lainnya
Legislator minta Pemda perbaiki dua jalan poros di Rangsang Barat yang rusak
28 April 2023 19:47 WIB
Dua dusun di Rangsang Barat belum tersentuh jaringan listrik
06 February 2023 18:00 WIB
Dinilai tak untungkan daerah produsen, Sopandi desak UU DBH Migas direvisi
23 December 2022 14:44 WIB
Pendangkalan sungai bikin banjir di Meranti tak surut, Pemprov diminta turun tangan
05 December 2022 15:17 WIB
Akses ke pelabuhan roboh, guru dan siswa di Meranti ini terpaksa meliburkan diri
15 July 2022 14:38 WIB
Sopandi minta Pemda Meranti optimalkan perpres 43 tahun 2020 untuk infrastruktur daerah perbatasan
12 May 2022 14:28 WIB
Ketua DPRD Meranti minta pemerintah tak cuek dengan sawah terendam rob
14 December 2021 14:43 WIB
PAW anggota DPRD Meranti, Sopandi gantikan posisi calon wakil bupati
11 November 2020 17:32 WIB