Waspadai potensi terjadinya tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, tsunami

Waspadai potensi terjadinya tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau

Warga beraktivitas di bibir pantai saat ombak menerjang kawasan Teluk Labuan, Pandeglang, Banten, Minggu (6/2/2022). BMKG mengimbau masyarakat mewaspadai gelombang tinggi perairan Selat Sunda dampak erupsi Gunung Anak Krakatau. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/foc.)

Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Riset Teknologi Hidrodinamika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widjo Kongko mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.

Pakar tsunami tersebut menuturkan berdasarkan data dan hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, terdapat peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau dari Waspada atau Level 2 ke Siaga atau Level 3.

"Ini menunjukkan adanya potensi ke arah erupsi dan dapat berpotensi menimbulkan tsunami," katanya dalam keterangan pers yang diakses ANTARA di laman resmi BRIN di Jakarta, Jumat.

Untuk perkiraan besar kecilnya dampak tsunami, ia mengatakan tergantung dari pemicu sumbernya, yakni seberapa besar aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau dan volume longsoran kaldera atau lava yang dimuntahkan.

Baca juga: BMKG: Potensi tsunami dari erupsi Gunung Anak Krakatau menurun

Menurut dia, hasil kajian pemodelan tsunami yang telah dilakukan untuk kejadian erupsi akhir 2018 dapat dijadikan acuan untuk potensi tsunami ke depan apabila ada erupsi Gunung Anak Krakatau, terutama memprediksi waktu tiba tsunami di pantai dan perkiraan tingginya.

Widjo menuturkan pemerintah telah berupaya membuat program mitigasi tsunami dari tingkat hulu hingga hilir. Sebagai contoh, di tingkat hulu terdapat sistem peringatan dini apabila akan terjadi tsunami dan diseminasi informasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.

Di tingkat hilir, sudah dilakukan penyiapan jalur evakuasi, tempat evakuasi (selter) dan panduan perencanaan evakuasi. Meskipun demikian, korban tsunami masih tetap ada seperti yang pernah terjadi di Selat Sunda di akhir 2018.

Hal itu, katanya, menunjukkan program mitigasi tsunami yang telah ada belum mencukupi, sehingga perlu ditingkatkan pada masa mendatang.

"Saya kira publik juga perlu mendapatkan informasi secara mendetail terkait dengan potensi ancaman tsunami di lokasi di mana mereka tinggal dan tentu saja informasi lainnya terkait dengan jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara," ujar Widjo.

Baca juga: Beroperasi baik, sistem deteksi dini tsunami PUMMA di kompleks Gunung Anak Krakatau

Baca juga: Camat Lolomatua: Masyarakat merasa was-was tsunami pascagempa Nias Selatan