Saham tergelincir, harga minyak lampaui 110 dolar, sanksi Rusia kian agresif

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, minyak

Saham tergelincir, harga minyak lampaui 110 dolar, sanksi Rusia kian agresif

Ilustrasi - Fasilitas produksi minyak Rusia di Vankorskoye, Siberia. (ANTARA/REUTERS/Sergei Karpukhin/aa.)

Shanghai (ANTARA) - Saham-saham Asia berada di bawah tekanan baru pada perdagangan Rabu, dengan harga minyak melonjak melewati 110 dolar AS per barel karena investor khawatir tentang dampak sanksi agresif terhadap Rusia akibat ulahnya menginvasi Ukraina.

Bursa Eropa ditetapkan untuk pembukaan yang lemah setelah mencatat kerugian pada Selasa (1/3/2022), dengan Euro Stoxx 50 berjangka turun 0,13 persen dan DAX Jerman berjangka 0,17 persen lebih rendah di awal transaksi. FTSE berjangka naik 0,34 persen.

Dalam pengetatan pembatasan terbaru di Moskow, Amerika Serikat melarang penerbangan Rusia menggunakan wilayah udara Amerika, mengikuti langkah serupa oleh Uni Eropa dan Kanada.

Baca juga: China laporkan impor pertama minyak mentah dari Iran sejak Desember 2020

Presiden AS Joe Biden mengumumkan larangan tersebut selama pidato kenegaraannya pada Selasa (1/3/2022), di mana ia juga mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin akan "membayar harga tinggi yang berkelanjutan" untuk invasi ke Ukraina.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang merosot 0,56 persen dengan indeks saham-saham unggulan China CSI300 tergelincir 1,12 persen lebih rendah. Sementara itu, Nikkei Jepang berakhir merosot 1,68 persen.

Di Australia, indeks acuan ASX 200 ditutup menguat 0,28 persen meskipun suasana risk-off di tempat lain, karena kenaikan harga-harga komoditas mengangkat saham penambang.

"Konflik Rusia-Ukraina mungkin akan terus mendominasi pasar di masa mendatang. Pengumuman kemarin bahwa Rusia tidak akan membayar kupon kepada pemegang asing atas utang pemerintahnya akan mendorong investor lebih jauh ke safe-haven," kata analis ING dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.

Baca juga: Harga minyak mentah turun beruntun di Asia, tertekan spekulasi pasokan

"Dukungan untuk memulai proses keanggotaan Uni Eropa untuk Ukraina menunjukkan kesatuan dukungan untuk Ukraina dari Eropa Barat tetapi tidak mungkin membantu meredakan ketegangan."

Pada Selasa (1/3/2022), indeks S&P 500 dan Komposit Nasdaq ditutup sekitar 1,6 persen lebih rendah, sementara indeks Dow Jones Industrial Average merosot hampir 1,8 persen.

Sanksi global terhadap Rusia telah mendorong serangkaian perusahaan besar untuk mengumumkan penangguhan atau keluar dari bisnis mereka di negara itu.

Exxon Mobil mengatakan pada Selasa (1/3/2022) bahwa mereka akan keluar dari operasi di Rusia, termasuk ladang produksi minyak, mengikuti keputusan serupa oleh raksasa minyak Inggris BP PLC dan Shell, dan Equinor ASA dari Norwegia.

Pengumuman Exxon datang ketika harga minyak terus menguat. Pada Rabu, patokan global minyak mentah Brent melesat melewati 110 dolar AS per barel, naik lebih dari 5,8 persen menjadi 111,09 dolar AS, tertinggi sejak awal Juli 2014.

Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melonjak hampir 6,0 persen menjadi 109,30 dolar AS, tertinggi sejak September 2013.

Kenaikan terjadi meskipun ada kesepakatan global untuk melepaskan 60 juta barel cadangan minyak mentah untuk mencoba mengendalikan kenaikan harga dan meningkatnya tekanan inflasi.

"Kami pikir masih ada ruang bagi harga minyak untuk terus naik," kata Carlos Casanova, ekonom senior Asia di UBP di Hong Kong. "Sebagian besar tergantung pada faktor politik dan memastikan bahwa beberapa pasokan yang keluar dari Rusia diimbangi dengan (tidak hanya) lebih banyak minyak dari serpih AS, tetapi juga Iran."

Di pasar mata uang, dolar melonjak 1,88 persen terhadap rubel menjadi 107,01, setelah menyentuh rekor tertinggi 117 sehari sebelumnya.

Baca juga: Harga minyak mentah Indonesia turun sebesar 1,67 dolar AS pada November

Dolar juga lebih kuat terhadap yen, naik 0,12 persen pada 115,03, sementara euro merosot menjadi 1,1112 dolar. Terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang utama lainnya, dolar menguat 0,15 persen menjadi 97,464.

Kenaikan greenback terjadi karena imbal hasil obligasi pemerintah AS rebound setelah turun ke posisi terendah delapan minggu pada Selasa (1/3/2022). Pergeseran prospek pertumbuhan global telah membuat investor memangkas taruhan bahwa Federal Reserve akan secara agresif menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang.

Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun naik menjadi 1,7309 persen dari 1,711 persen pada akhir Selasa (1/3/2022) dan imbal hasil obligasi 2-tahun yang sensitif terhadap kebijakan naik menjadi 1,3205 persen dari 1,305 persen.

Pasar berjangka dana Fed sekarang hanya memperkirakan peluang 5,0 persen untuk kenaikan 50 basis poin pada pertemuan Fed Maret, meskipun kenaikan 25 basis poin yang lebih kecil dipandang sebagai kepastian virtual.

Dalam pidatonya pada Selasa (1/3/2022), Biden meminta perusahaan-perusahaan untuk membuat lebih banyak mobil dan semikonduktor di Amerika Serikat sehingga orang Amerika tidak terlalu bergantung pada impor, sebagai cara untuk memerangi inflasi.

Emas, yang menyentuh level tertinggi 18-bulan minggu lalu dan telah melonjak hampir 2,0 persen pada Selasa (1/3/2022) karena memburuknya krisis Ukraina, memberikan kembali 0,57 persen menjadi 1.932,11 dolar AS per ounce karena dolar menguat.

Bitcoin, yang telah melonjak hampir 15,5 persen pada Selasa (1/3/2022) karena penguatan kredensial mata uang konflik, turun 0,23 persen pada 44.341,68 dolar AS.

Baca juga: Minyak mentah naik di Asia, OPEC+ diperkirakan hentikan penambahan pasokan