Jakarta (ANTARA) - Pengamat Intelijen, Pertahanan, dan Keamanan Ngasiman Djoyonegoro menyampaikan bahwa Panglima TNI perlu mewaspadai meningkatnya intensitas ketegangan di Laut China Selatan (LCS) yang akan mempengaruhi dinamika pertahanan dalam negeri.
"China dan Amerika Serikat tidak henti-hentinya saling unjuk kekuatan dan kecanggihan senjata, serta adu diplomasi militer satu sama lain,” kata Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Nilai transaksi LCS RI-Jepang naik 10 kali lipat hingga 109,4 juta dolar
Simon memperkirakan bahwa ketegangan di Laut China Selatan akan terus terjadi, utamanya setelah Amerika Serikat bersama Inggris dan Australia membangun pakta aliansi AUKUS (Australia, United Kingdom, dan United States).
Situasi tersebut, ujar dia, perlu diwaspadai oleh TNI dengan cara yang sama pula, yaitu meningkatkan diplomasi militer dengan mempersiapkan senjata, personel, dan meningkatkan intensitas operasi patroli di kawasan LCS.
Baca juga: Pentingnya sinergi antarnegara untuk atasi perubahan iklim di LCS
"Tidak hanya domain laut, tetapi juga udara dan darat harus diperkuat intensitas operasinya. Ini tantangan bagi Panglima TNI terpilih," ujar dia pula.
Di samping peralatan, personel, dan intensitas operasi, TNI perlu mempersiapkan strategi diplomasi militer dengan cara bersinergi dan kolaborasi dengan semua komponen bangsa, baik lembaga negara maupun masyarakat.
Secara otomatis, karena pengaruh LCS, negara ini menjadi wilayah proxy antara China dan AUKUS. Dampak dari konflik tersebut dapat melebar pada intervensi politik, ekonomi, dan sosial.
Baca juga: BI sampaikan penguatan LCS, transfer dalam rupiah, ringgit dan yen lebih fleksibel
"Aspek-aspek di luar medan pertempuran ini harus lebih diwaspadai," kata Simon.
Ia meyakini bahwa China dan AUKUS akan semakin gencar dalam melakukan serangkaian lobi kepada Indonesia untuk memperkuat pengaruhnya. Pemerintah Indonesia harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan nasional, yakni memperkuat ekonomi, menegaskan posisi politik di kawasan, dan memperluas dampak positif bagi masyarakat.
"Tapi, di sisi lain, adalah tugas TNI untuk mewaspadai potensi gangguan dan ancaman yang ditimbulkan dari kerja sama dengan kedua belah pihak," kata Simon lagi.
Baca juga: Pejabat AS dan Filipina bahas terkait aktivitas China di Laut China Selatan
Layaknya sebuah wilayah proxy, berbagai kepentingan akan bersinggungan melalui kerja-kerja intelijen oleh kedua belah pihak, kata dia. Tidak menutup kemungkinan, skenario operasi seperti pelemahan negara, disintegrasi wilayah, dan disintegrasi sosial dilakukan terhadap Indonesia, ujarnya pula.
Selain tantangan dari luar negeri, kata dia, dari dalam negeri tantangan yang dihadapi TNI juga tidak kalah besar. Status pandemi COVID-19 diyakini akan berakhir paling lambat pada 2023. Berbagai persoalan yang ditinggalkan juga tidak kalah besar. Ketimpangan ekonomi dan transformasi digital yang lebih cepat berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.
"TNI perlu mengantisipasi dan mewaspadai potensi gejolak itu supaya tidak bereskalasi," kata Simon lagi.
Baca juga: Amerika Serikat kecam kegiatan militer udara China di Laut China Selatan
Berita Lainnya
Presiden Prabowo Subianto bertemu PM Luxon bahas perdagangan hingga inovasi
16 November 2024 11:53 WIB
PT PAL dan Kemhan laksanakan proses keel laying kapal Fregat Merah Putih ke-2
16 November 2024 11:35 WIB
Donald Trump pilih Karoline Leavitt sebagai Sekretaris Pers Gedung Putih
16 November 2024 11:25 WIB
Simak LISA BLACKPINK buka Fan Meetup di Jakarta hingga Gaikindo soal PPN 12 persen
16 November 2024 11:16 WIB
SEVENTEEN dikabarkan akan tambah jadwal konser di Indonesia pada Februari 2025
16 November 2024 11:00 WIB
Ketua DPR Puan Maharani sebut judi daring berpotensi buat hak anak terabaikan
16 November 2024 10:38 WIB
Gunung Semeru mengalami beberapa kali erupsi pada Sabtu pagi
16 November 2024 10:32 WIB
BMKG ingatkan waspada potensi hujan berpetir pada Sabtu di sejumlah kota besar
16 November 2024 10:16 WIB