Pentingnya sinergi antarnegara untuk atasi perubahan iklim di LCS

id Berita hari ini,berita riau terbaru, berita riau antara, LCS

Pentingnya sinergi antarnegara untuk atasi perubahan iklim di LCS

Ilustrasi cakupan Laut China Selatan. China secara sepihak mengklaim hampir seluruh perairan Laut China Selatan sebagai perairan kedaulatan mereka berdasarkan pendekatan historis. Batas-batas klaim itu dinamakan "Nine Dashed Lines" yang koordinat persisnya tidak pernah mereka ungkap secara gamblang. (ANTARA/www,beforeitnews.com)

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Informasi Geospasial Prof Muh Aris Marfai mengatakan pentingnya sinergi antarnegara di kawasan untuk mengatasi perubahan iklim di Laut China Selatan (LCS).

"Pentingnya kerja sama dan pembahasan mengenai perubahan iklim di Laut China Selatan yang memerlukan sinergi antarnegara di kawasan tersebut," ujar Prof Muh Aris Marfai dalam Lokakarya ke-30 Laut China Selatan secara virtual, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Anggota DPR: Jangan cari solusi dengan menggunakan kekerasan terkait LCS

Ia mengatakan isu kenaikan permukaan air karena peningkatan suhu global perlu dihadapi bersama dengan berbagi ilmu dan pengalaman untuk melakukan mitigasi dampak kenaikan muka laut terhadap masyarakat di pesisir.

Hal senada juga diungkapkan, Plt. Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah. Menurut dia, perlu terus dikembangkan kebiasaan dialog dan komunikasi sehingga menciptakan ruang untuk mencari solusi atas tantangan bersama di kawasan Laut China Selatan.

Baca juga: BI sampaikan penguatan LCS, transfer dalam rupiah, ringgit dan yen lebih fleksibel

Dalam kesempatan yang sama , Wali kota Bogor, Bima Arya Sugiarto yang turut menyambut baik peserta di Kota Bogor menggarisbawahi potensi ekonomi yang besar di Laut China Selatan.

"Melalui dialog seperti lokakarya ini, dapat terus dijaga agar kawasan tetap damai, stabil, dan sejahtera," kata dia.

Baca juga: Apindo yakin penggunaan LCS dengan China akan untungkan pelaku usaha

Kegiatan diikuti oleh 67 peserta dari 11 participating parties di kawasan Laut China Selatan, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Tiongkok, Chinese Taipei, Viet Nam.

Lokakarya tanggal 13-14 Oktober 2021 diselenggarakan secara hybrid oleh Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri, bersama dengan Badan Informasi Geospasial dan Pusat Studi Kawasan Asia Tenggara.

Baca juga: Pejabat AS dan Filipina bahas terkait aktivitas China di Laut China Selatan

Selama 2 hari para peserta saling berbagi pengalaman dan membahas berbagai isu yang menjadi kepentingan bersama, antara lain dampak, adaptasi dan kebijakan dalam perubahan iklim termasuk dan dampak kenaikan permukaan laut terhadap masyarakat di pesisir di wilayah Laut China Selatan.

Selain itu, dibahas isu-isu lain, seperti ekonomi biru dan sampah laut di Laut China Selatan dan dorongan kerja sama minyak nabati berkesinambungan di Laut China Selatan.

Baca juga: Amerika Serikat kecam kegiatan militer udara China di Laut China Selatan

Baca juga: Setelah protes AS, China kerahkan sejumlah pesawat pengebom terbaru di LCS