Aplikasi Laut Nusantara kini bisa bantu nelayan deteksi lokasi ikan tuna

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, Tuna

Aplikasi Laut Nusantara kini bisa bantu nelayan deteksi lokasi ikan tuna

Buruh menggunakan timbangan mengukur berat ikan tuna sirip kuning dan jenis ikan lainnya di terminal Pelabuhan Perikanan Samudera, Lampulo, Banda Aceh, Aceh, (9/5/2020). (ANTARA FOTO/Ampelsa/foc.)

Jakarta (ANTARA) - Aplikasi Laut Nusantara besutan Balai Riset dan Observasi Laut (BROL) Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama XL Axiata kini mampu mendeteksi keberadaan ikan tuna sirip kuning, tuna sirip biru, dan albacore yang ketiganya memiliki nilai ekonomi tinggi dan primadona di pasar dunia.

"Keberadaan fitur pendeteksi ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi merupakan terobosan dalam upaya meningkatkan pendapatan para nelayan dengan mengubah paradigma nelayan dari mencari ikan menjadi menangkap ikan," kata Kepala Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) I Nyoman Radiarta dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.

Dalam aplikasi ini, informasi ditampilkan secara sederhana untuk membantu nelayan sehingga kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan secara efektif, efisien, dan aman.

Chief Corporate Affairs Officer XL Axiata Marwan O Baasir mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan fungsi dan manfaat dari aplikasi Laut Nusantara ini.

"Visi kami jelas yaitu membantu para nelayan Indonesia untuk mampu produktif dan aman dalam bekerja sehingga akan meningkatkan kualitas hidup mereka," katanya.

Apalagi, kata Marwan, BROL memiliki semua kompetensi yang dibutuhkan untuk memperkaya manfaat aplikasi ini, dengan data-data hasil riset yang melimpah, dan bisa diimplementasikan menjadi sarana digital yang mendukung masyarakat nelayan kecil di seluruh Indonesia.

Secara bertahap akan terus bertambah fitur-fitur baru yang bisa meningkatkan kemampuan aplikasi Laut Nusantara.

Peneliti BROL Eko Susilo menjelaskan cara kerja fitur pendeteksi ikan-ikan tersebut adalah dengan mendeteksi lokasi daerah penangkapan ikan berdasarkan kesesuaian kondisi laut, yang menurut berbagai penelitian sebagai area tempat ikan berkumpul.

Kesesuaian tersebut didasarkan pada kriteria front suhu dan tingginya kesuburan perairan.

Front suhu adalah daerah pertemuan antara massa air hangat dan dingin. Sedangkan kesuburan perairan yang tinggi berasosiasi dengan tersedia makanan ikan, berupa plankton, yang melimpah. Kedua kriteria tersebut dianalisis menggunakan data citra satelit.

"Sedangkan untuk pelikan tuna dan cakalang, dihasilkan melalui pendekatan kesesuaian habitat ikan. Kriteria kesesuaian habitat ikan tersebut dianalisis menggunakan pemodelan numerik dan pendekatan statistik non-linear. Yang jelas, lokasi-lokasi keberadaan ikan tuna sirip Kkuning, tuna sirip biru, dan albacore ditampilkan secara sederhana sehingga bisa dengan mudah digunakan oleh nelayan," papar Eko.

Ikan tuna sirip kuning, tuna sirip biru, dan albacore tersebut memang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Dari data Pusat Informasi Pelabuhan Kementerian Kelautan dan Perikanan, harga tuna sirip kuning di kisaran Rp 50.000/kg, tuna sirip biru sekitar Rp100.000/kg, dan albacore sekitar Rp50.000/kg.

Sampai tingkat konsumen, harga jual bisa mencapai hingga tiga kali lipatnya. Sementara itu, di pasar internasional, seekor tuna bluefin harganya pernah menembus rekor dunia dengan harga Rp25 miliar dengan bobot 276 kg.

Sebelumnya, aplikasi Laut Nusantara telah memiliki fitur pendeteksi ikan bernilai ekonomi tinggi lainnya yaitu lemuru bali, tuna mata besar, dan cakalang.

Ikan tuna dan cakalang punya nilai permintaan yang tinggi di Indonesia dan pasar Internasional. Pada 2017, Indonesia memasok lebih dari 16 persen produksi tuna, tongkol, dan cakalang dunia.

Dari data KKP, selama triwulan I 2021, komoditas tuna, tongkol, dan cakalang (CTC) menempati primadona kedua untuk ekspor dengan nilai 228,55 juta dollar AS atau 13,08 dari total nilai ekspor sektor perikanan.

Hal ini menjadikan CTC menjadi prioritas KKP. Sementara itu, lemuru merupakan ikan khas/spesifik di selat Bali.

Sejauh ini, sudah ada 55 ribu pengguna aktif aplikasi Laut Nusantara. Mayoritas pengguna merupakan masyarakat nelayan yang tersebar di seluruh Indonesia melalui sosialisasi yang diselenggarakan bersama Balai Riset dan Observasi Laut maupun instansi lainnya seperti Bakamla dan pemerintah daerah.

Saat ini, ada lebih dari 5.000 nelayan yang telah menerima sosialisasi langsung. Mereka kemudian menginformasikan penggunaan aplikasi ini kepada para sejawatnya.

Hingga 2020 lalu, XL Axiata dan BROL telah menjalin kerja sama dengan sekitar 29 wilayah kabupaten/kota di berbagai provinsi untuk implementasi aplikasi Laut Nusantara.

Baca juga: Menteri Kelautan dan Perikanan Trenggono minta sertifikat MSC tuna terus dipertahankan