Pekanbaru (ANTARA) - Konflik lahan yang terjadi antara perusahaan pengelola Hutan Tanaman Industri di Riau dengan Koperasi Tani Sahabat Lestari (KOPNI-SL) kembali memanas. Perusahaan menerjunkan alat berat dan petugas keamanan ke areal lahan seluas 1.568 hektare yang sebelumnya disepakati akan diserahkan kepada KOPNI-SL.
Ketua Komisi II DPRD Riau Robin Hutagalung kepada ANTARA, Kamis, mengatakan tindakan yang dilakukan perusahaan terkemuka tersebut sangat tidak patut, mengingat sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa perusahaan diharuskan menghentikan segala aktivitas di lahan tersebut selama proses pelepasan lahan dari kawasan hutan.
"DPRD Riau dan Pemprov Riau melihat mereka (perusahaan) ini telah mengingkari kesepakatan pada 8 November 2019 lalu. Pada kesepakatan itu, mereka harusnya ikut berperan mempercepat proses pelepasan lahan, sambil menunggu proses pelepasan mereka tidak lagi memasuki areal KOPNI. Justru belakangan ini mereka masuk dengan alat berat dan terus memobilisasi security. Sehingga terjadi bentrokan dengan masyarakat," ucap Robin.
Robin menambahkan DPRD Riau telah mengambil langkah untuk menengahi perseteruan dengan menggelar rapat gabungan antara Komisi I DPRD Riau, Komisi II, KOPNI-SL, perusahaan, Polda Riau dan Pemprov Riau pada Rabu (9/6) lalu, bertempat di Ruang medium DPRD Riau. Rapat langsung dipimpin oleh Ketua DPRD Riau Yulisman.
Namun dalam pertemuan itu, ucap Robin, pihak perusahaan terkemuka itu justru tidak hadir dengan alasan pimpinan mereka sedang tidak berada di tempat.
"Mereka tidak datang dengan alasan pimpinan tidak berada di tempat. Mereka memang mengirim surat. Karena ini sifatnya sangat urgent harusnya mereka datang," ucap politisi PDI Perjuangan itu.
Pada rapat tersebut dihasilkan rekomendasi yang meminta Pemprov Riau untuk mempercepat pelepasan kawasan hutan yang dikuasai oleh KOPNI-SL seluas 1.568 hektare. Kemudian meminta pihak perusahaan menghentikan segala aktivitas di kawasan lahan KOPNI-SL sesuai hasil rapat pada 8 November 2019 lalu.
Berikutnya, meminta Badan Pertanahan Provinsi dan Kabupaten untuk menerbitkan sertifikat Hak Milik pada lahan yang menjadi sengketa dan poin terakhir meminta Gubernur Riau sesuai kewenangannya untuk menindaklanjuti hasil rekomendasi tersebut.
Robin juga menyayangkan sikap perusahaanyang telah memicu konflik karena kondisi itu sebenarnya tidak menguntungkan bagi perusahaan.
"Sebenarnya tidak ada untungnya bagi perusahaan masuk kawasan itu. Harusnya sebagai perusahaan besar menjadi mitra bagi masyarakat. Jangan malah melahirkan keributan. Jadilah investor yang baik," ucap legislator asal Pekanbaru ini.
Sementara itu, Humas PT Arara Abadi Iwan saat dimintai tanggapan menuturkan bahwa lahan tersebut merupakan kawasan hutan yang diberikan izin kepada PT Arara Abadi. Sampai saat ini, belum ada pelepasan terhadap kawasan yang dimaksud oleh Menteri Kehutanan.
Saat ditanya mengenai rekomendasi dari DPRD Riau, Iwan mengatakan bahwa hal itu merupakan berita acara rapat dan pihaknya akan menindaklanjuti.
"Menurut kami, ini berupa berita acara rapat kerja yang harus ditindaklanjuti. Dalam artian ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan yang kami miliki," ucapnya.