Jakarta (ANTARA) - Koalisi kelompok sipil meminta penyegelan lahan perusahaan yang terbakar ataupun dibakar sehingga menyebabkan kabut asap dilanjutkan dengan tindakan hukum yang tegas oleh pemerintah.
"Jadi kalau memang ada yang maladministrasi, yang melanggar, ada yang di luar konsesi, ada sawit di kawasan hutan oleh korporasi, itu harus ditindak tegas," ungkap Direktur Eksekutif Sawit Watch Inda Fatinaware dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta, Kamis (19/9).
Menurut dia, seharusnya perizinan untuk lahan konsesi ditinjau ulang setelah keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Perningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Tapi pada praktiknya, menurut Inda, masih banyak perusahaan yang izinnya belum ditinjau ulang padahal lahannya tercatat ditemukan titik api.
Hal serupa disuarakan oleh aktivis Lingkar Hijau Indonesia Sumatera Selatan Hadi Jatmiko yang mengatakan tindakan tegas penyegelan oleh pemerintah terkadang masih belum dilanjutkan dengan tindakan hukum yang pasti.
"Pengalaman kami di 2015 saat kunjungan Jokowi di Kabupaten OKI di wilayah perusahaan WAJ, ketika dia datang perusahan itu disegel, tiga bulan kemudian itu dibuka segelnya," ungkap Jatmiko, merujuk kepada Kabupaten Ogan Komerin Ilir (OKI).
Menurut Jatmiko, upaya penyegalan lahan jangan berupa formalitas untuk menunjukkan kepada masyarakat kalau pemerintah sudah berbuat sesuatu.
Tapi, kualitas penegakan hukum itu harus diperkuat jangan sampai penyegelan yang dilakukan pemerintah tidak memiliki dampak hukum yang jelas, baik melalui pidana atau perdata.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menyegel 48 perusahaan yang diduga menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan di daerah Kalimantan dan Sumatera.
Baca juga: VIDEO - Gubernur Riau akan bekukan izin korporasi pembakar lahan
Baca juga: Anggota DPRD Riau minta dibentuk tim razia perusahaan perkebunan