Pekanbaru, 22/12 (ANTARA) - Konsumen Malaysia memuji madu hutan Sialang dari Riau karena memiliki kualitas dan konsistensi produksi yang terjaga dibandingkan madu hutan dari negara penghasil lainnya di Asia Tenggara.
"Madu Sialang dari Riau memiliki konsistensi suplai yang sangat kami butuhkan," kata Managing Director The Lord Heritage (TLH) Product Industries SDN BHD, Zulkurnain Bin Yunus, kepada ANTARA di Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar, Rabu.
TLH Product Industries merupakan perusahaan distributor dan retail madu di Malaysia, yang sejak tahun ini secara rutin mengimpor madu Sialang dari Riau.
Ia mengatakan pihaknya telah tiga kali mengimpor madu Sialang dari Riau sekitar satu ton per bulan dengan harga Rp37.000 per kilogram (kg) dari asosiasi petani madu.
Menurut dia, madu Sialang Riau lebih baik dari negara penghasil madu hutan lainnya seperti Kamboja, Vietnam, Thailand, bahkan juga Malaysia.
Secara kualitas, lanjutnya, madu Sialang Riau sama baiknya dengan Malaysia. Namun, produksi madu hutan di Negeri Jiran terus menurun akibat alih fungsi hutan alam menjadi perkebunan karet dan kelapa sawit.
"Produksi madu Sialang terus turun dan tinggal sekitar 2,5 ton dalam setahun, sedangkan, di Riau kami bisa mendapatkan sekitar satu ton dalam sebulan," katanya.
Mengenai kualitas, ia mengatakan, madu Sialang Riau memiliki kandungan yang lebih kaya dibandingkan dengan madu serupa dari Vietnam, Kamboja dan Thailand. Lebah madu Sialang mendapat pasokan makanan dari beragam tumbuhan mulai dari bunga kelapa sawit, akasia, eucalyptus, dan berbagai tumbuhan di hutan alam.
"Sedangkan, lebah dari Vietnam dan Kamboja mendapat pasokan makanan dari satu jenis tumbuhan perkebunan misalnya buah Longan atau leci saja," ujarnya.
Berdasarkan data WWF Riau, potensi madu Sialang yang sudah berhasil dihitung sedikitnya di sekitar kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) mencapai 1,6 ton per bulan.
Jumlah pohon Sialang yang menjadi tempat bersarangnya lebah hutan mencapai 266 pohon yang tersebar di enam blok yang berbeda.
"Kami berusaha membantu meningkatkan daya jual madu dengan memberikan pendampingan bagaimana cara memanen madu yang steril dan lestari hingga membantu membentuk asosiasi petani madu kepada warga," kata Humas WWF Riau, Syamsidar.
Seorang pemanen madu, Tangguk (60), mengatakan penerapan metode panen lestari berhasil meningkatkan nilai jual madu yang sebelumnya hanya berkisar Rp18.000-Rp27.000 per kg, sedangkan kini harga jual di petani mencapai Rp33.000 per kg.
"Sekarang kami menerapkan panen lestari dan pengolahan yang bersih, seperti penggunaan sarung tangan dan masker," kata Tangguk yang menjadi pemanen madu di Kelompok Tani Blok Kampar Kiri.