Pekanbaru (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo, meminta kepala daerah di Provinsi Riau untuk punya kemauan keras dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla, yang kini terus meluas di daerah berjuluk “Bumi Lancang Kuning” itu.
“Harus ada kemauan keras dari pejabat daerah untuk turun ke masyarakat. Kalau perlu tidur di lapangan,” kata Doni Monardo pada rapat evaluasi penanganan Karhutla Riau, di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Jumat.
Hadir pada rapat tersebut Gubernur Riau Syamsuar, Kepala Pelaksana BPBD Riau Edwar Sanger dan unsur dari TNI-Polri yang tergabung di dalam Satuan Tugas (Satgas) Karhutla Riau.
Doni Monardo menegaskan urusan Karhutla yang sudah bertahun-tahun terjadi di Riau bukan urusan pemerintah pusat semata. Ia mengatakan BNPB sudah mengerahkan sampai 18 pesawat untuk membantu penanganan Karhutla di provinsi-provinsi yang rawan.
Ia meminta kepala daerah harus lebih rajin turun ke desa-desa rawan Karhutla untuk mengidentifikasi masalah dan mencari solusi agar masyarakat meninggalkan kebiasaan membuka lahan dengan membakar. Sebabnya, pencegahan dan pemadaman Karhutla menjadi sebuah keniscayaan apabila tidak ada kemauan kepala daerah untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat meninggalkan kebiasaan membakar lahan.
Ia berharap bencana kabut asap akibat Karhutla pada 2015 tidak terulang lagi tahun ini karena menimbulkan kerugian tidak sedikit, dan asap sampai terkirim ke negara tetangga. “Kalau (gambut) sudah terbakar pemadaman sangat sulit. Bukan karena kita tidak mampu, tapi sangat sulit untuk memadamkannya,” ujarnya.
Doni mengatakan upaya Satgas Karhutla Riau dinilainya sejauh ini masih di dalam jalur yang sudah direncanakan. Ia mengatakan kehadirannya di Riau saat ini bukan untuk mengambil alih komando Satgas Karhutla Riau, melainkan untuk memberi semangat agar upaya pencegahan dan pemadaman bisa optimal.
Ia mengatakan BNPB siap memberikan dukungan apabila Satgas Riau perlu tambahan personel, dengan catatan penanganan di tingkat daerah harus dilaksanakan secara lebih serius.
“Belum perlu kita turunkan pasukan, kita lihat perkembangan. Harusnya tanpa campur tangan pemerintah pusat, urusan kebakaran hutan dan lahan gambut ini bisa diatasi. Pasukan masih mengandalkan TNI organik lokal,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Riau, Syamsuar, mengatakan berdasarkan perhitungan Satgas Karhutla Riau, luas kebakaran mencapai lebih dari 4.300 hektare dengan jumlah titik panas 250 titik sejak Januari 2019. Sekadar informasi, data satgas berbeda dengan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menggunakan satelit, bahwa luas karhutla di Riau sudah lebih dari 27 ribu hektare.
Pemprov Riau sudah menetapkan berstatus siaga darurat Karhutla sejak 19 Februari hingga 31 Oktober 2019.
Syamsuar mengatakan kebakaran kini banyak terjadi di Pelalawan, Indragiri Hilir (Inhil) dan Indragiri Hulu (Inhu). "Kita konsen pemadaman ke Pelalawan, Inhil dan Inhu yang terdapat perkembangan titik api baru," katanya.
Akibat kabut asap, lanjutnya, jumlah penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sejak Januari mencapai sekitar 7.269 orang. Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan antisipasi terhadap dampak asap dengan membagikan 16 ribu lembar masker medis kepada masyarakat di Pekanbaru dan sekitarnya.
“Paling banyak di Pelalawan mencapai 14.400 masker,” kata Syamsuar yang juga menjabat Komandan Satgas Karhutla Riau ini.
Ia menilai ada pergeseran pola lokasi Karhutla di Riau pada tahun ini dibandingkan sebelumnya yang biasanya banyak terjadi di daerah pesisir. Kebakaran kali ini sangat besar terjadi di Kabupaten Pelalawan, yang dinilainya agak kurang wajar.
“Ini mungkin ada oknum yang arahnya kesana (membakar) seperti di daerah Pangkalan Kuras dan Langgam. Ini harus dicermati ada tren yang berbeda, perlu dicari bersama agar akar masalahnya bisa dicari bersama dan kalau bisa temukan pelaku pembakar lahannya,” kata Syamsuar.
Baca juga: Sempat padam, gambut di Pelalawan kembali terbakar dan meluas
Baca juga: Asap Karhutla Riau belum sampai ke Singapura dan Malaysia. Begini penjelasan BMKG