ASITA: Puluhan UMKM oleh-oleh terancam bangkrut

id Asita, UMKM oleh-oleh

ASITA: Puluhan UMKM oleh-oleh terancam bangkrut

ASITA: Puluhan UMKM oleh-oleh terancam bangkrut (Antaranews)

Pekanbaru (Antaranews Riau) - Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Riau, Dede Firmansyah memprediksi akan banyak UMKM di Riau yang berjualan oleh-oleh makanan khas daerah terancam bangkrut, karena pemberlakuan tarif bagasi berbayar oleh sejumlah maskapai penerbangan.

"Tarif bagasi berbayar tentu akan memberatkan penumpang secara ekonomi sehingga mereka akan mengurangi membeli oleh-oleh dan lainnya," kata Dede di Pekanbaru, Jumat.

Pendapat demikian disampaikannya terkait Lion Air Group pada 22 Januari 2019 mulai memberlakukan tarif bagasi berbayar setelah sebelumnya selama dua minggu melakukan sosialisasi. Keputusan Lion Group tersebut mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

Menurut dia, ketentuan mengenai bagasi tercatat diatur dalam Pasal 22, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 185 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, di mana setiap maskapai dalam menentukan standar pelayanan memperhatikan kelompok pelayanan yang diterapkan masing-masing maskapai, termasuk kebijakan bagasi tercatat.

Baca juga: Agen perjalanan pilih layanan bus akibat tiket pesawat mahal

Berdasarkan informasi, Lion Air mengenakan tarif bagasi tambahan untuk bobot 5 kilogram (kg) sebesar Rp155.000, seberat 10 kg Rp310.000, 15 kg Rp465.000, 20 kg sebesar Rp620.000 dan 25 kg sebesar Rp755.000, serta 30 kg seharga Rp930.000

"Kebijakan diberlakukannya bagasi berbayar ini sepertinya akan diikuti oleh Citilink akan tetapi mereka bilang masih dalam tahap pembahasan," katanya dan pada akhirnya UMKM yang berjualan oleh-oleh tentu tidak begitu banyak dibeli oleh konsumennya.

Jika oleh-oleh tidak banyak terjual, katanya lagi, diyakini akan memiliki dampak ganda terhadap para pelaku usaha yang memproduksi makanan atau oleh-oleh tersebut, selanjutnya pengangguran akan muncul dan taraf ekonomi masyarakat menurun.

Secara umum, katanya menambahkan, kebijakan bagasi berbayar tentu sangat berdampak tidak tercapainya target Kementrian Pariwisata sebanyak 250 juta lebih kunjungan wisatawan nusantara ke sejumlah objek wisata di tanah air.

"Oleh karena itu, kebijakan bagasi berbayar perlu lebih dipertimbangkan lagi," katanya.

Baca juga: ASITA Berharap pemerintah bangun pelabuhan Pulau Rupat

Baca juga: Sejak 2015, Chevron Sudah Bina 250 UMKM Pondok Oleh-Oleh Duri