"Sekali lagi saya katakan ini bukan kad (kartu) sakti, kad kebal, tapi ini kad kebajikan," kata seorang pria Malaysia bernama Halim Bin Ishak.
Kekesalan Halim memuncak pada 19 Juli 2016, ketika KBRI Kuala Lumpur menyebarkan informasi pada situs resminya.
Surat tanpa kop kedutaan dan tanda tangan duta besar itu tertera "PENGUMUMAN" dengan nomenklatur 276/PEN/07-16.
Pengumuman itu berisi peringatan bagi warga Indonesia di Malaysia agar berhati-hati terhadap segala bentuk janji-janji tertentu terkait ketentuan hukum di Malaysia dengan mengharuskan membayar sejumlah uang.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Marsekal TNI (Purn.) Herman Prayitno, membenarkan surat itu terkait dengan kegiatan Yayasan Keprihatinan Komuniti Malaysia (Malaysia Community Care Foundation/YKKM) yang didirikan oleh Halim Bin Ishak.
Yayasan tersebut menerbitkan kartu keanggotaan untuk warga asing ilegal dengan biaya sebesar 300 ringgit Malaysia (RM), setara Rp960 ribu dengan asumsi kurs RM1=Rp3.200.
Dalam laporan masyarakat yang diterima KBRI, pemilik kartu itu tidak akan ditangkap polisi meski merupakan pendatang ilegal.
"Kita sebenarnya terbantu kalau ada orang yang mau menolong, tapi jangan menipu," kata Dubes Herman Prayitno kepada Antara di ruang kerjanya di Kuala Lumpur, 29 Juli 2016.
Dubes mengatakan pada Mei 2016, dua bulan sebelum Lebaran, ketua dan anggota YKKM datang kepadanya dengan maksud menghadirkan WNI ilegal untuk mudik (pulang) Lebaran.
Namun ia mengatakan proses pemulangan tidak mudah karena urusan keterbatasan dana, sehingga hanya dikhususkan untuk orang tua renta dan bayi.
Sementara itu, untuk WNI ilegal lainnya disalurkan ke International Marketing & Net Resources Sdn Bhd (Iman) selaku organisasi satu-satunya yang ditunjuk pemerintah Malaysia.
Mereka tidak akan ditangkap apabila membayar "kompaun" (denda), namun akan masuk daftar hitam (blacklist) atau dilarang ke Malaysia maksimal sampai lima tahun.
Mereka juga pulang dengan biaya sendiri dan yang tidak mampu akan KBRI bantu apabila ada surat keterangan tidak mampu.
Dubes mengaku telah berupaya untuk memperjelas proposal dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu kepada otoritas setempat dan pejabat Malaysia sendiri tidak menyetujuinya.
"Di sini ini semuanya harus ada izin dari pemerintah. Kegiatan itu harus ada izin dari KDN (Kementerian Dalam Negeri) dan imigrasi. Saya laporkan ke Wakil Perdana Menteri, bahwa ada LSM ini mau bantu begini, apa Malaysia setuju. Ternyata tidak setuju karena sudah ada Iman, lebih baik satu saja," katanya.
Dengan adanya penegasan dari pihak Malaysia sendiri, KBRI memutuskan WNI ilegal hanya boleh pulang tanpa ditangkap polisi kalau berurusan lewat Iman.
"Selain itu, kalau kita bantu orang ilegal akan jadi preseden buruk juga. Kalau kita bantu terus, orang nanti ilegal semua tambah masuk lagi. Kita mesti ada edukasinya juga lah," kata mantan Kepala Staf TNI AU itu.
Meski begitu, selepas Lebaran, kegiatan YKKM terus berjalan dan banyak WNI ilegal ikut mendaftar.
"Kalau saya tanya maksudnya, mereka (YKKM) ingin membantu orang-orang sakit ini akan diantar ke KBRI. Tapi laporan dari masyarakat, mereka itu ditarik bayaran 300 ringgit atau berapa. Setelah kita konfirmasi ke imigrasi (Malaysia), ternyata imigrasi tidak mengeluarkan izin untuk itu, sehingga kita keluarkan edaran itu," katanya.
Ia mengatakan KBRI juga tidak bisa melarang YKKM dan WNI untuk berkerja sama, apalagi untuk meminta LSM itu dibubarkan.
Alasannya, keberadaan YKKM sah diakui oleh Kerajaan Malaysia.
Namun, bukan berarti mereka bisa kabur apabila terbukti melakukan penipuan.
"Organisasi legal dia itu, terdaftar. Jadi kalau dituntut bisa karena legal itu ada," ujarnya.
Dubes tidak memungkiri ada kegiatan kemanusiaan YKKM yang bisa meringankan tugas KBRI.
Sebabnya, dari tiga juta orang TKI di Malaysia, hanya 1,5 juta yang legal dan sisanya tanpa dokumen yang artinya tidak terdaftar di KBRI.
Sehingga, Dubes berkesimpulan, bahwa kegiatan YKKM itu bertujuan ganda, yakni untuk menolong dan ada motif bisnisnya.
"Ada rasa kemanusian tapi dia juga bisnis, peluang bisnis. Misalkan dia tarik 300, mungkin ongkos untuk ke sini 100, dia untung 200. Saya memaklumilah itu, karena itu bisnis harus dimakumi. Tapi itu kan salah karena membantu yang ilegal," ujarnya.
Dubes mengatakan baru pertama kali ini KBRI mengeluarkan surat edaran semacam itu, namun praktik penipuan dengan mengeluarkan kartu "sakti" sudah banyak terjadi jauh sebelum ada kartu YKKM.
"Banyak yang mau bantu, tapi kan kita outputnya dari masyarakat. Kalau dibantu tentu senang tapi kok ditipunya gini, bayar 300 gak apa tapi kan janjinya tidak ditangkap polisi. Tapi kok ternyata ditangkap, berarti dia kan jadi menipu," tegas Dubes.
Bukan Kartu "Sakti"
YKKM didirikan oleh Halim Bin Ishak dan Tan Sri Musa Bin Tan Sri Haji Hassan pada 3 Maret 2015.
Sebuah gedung tua di Jalan Gombak, pinggiran Kuala Lumpur, menjadi kantor pusatnya.
Bagian depan berfungsi untuk administrasi dan pendaftaran anggota, sedangkan ruang kerja Halim berada di lantai empat, yang hanya bisa dimasuki dari pintu belakang gedung.
Halim adalah mantan polisi Komando 69, detasemen khusus antiteror Malaysia.
Ia berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan enerjik yang terlihat dari bicaranya cepat dan berapi-api.
Beberapa pekan terakhir ia menjadi sorotan pers lokal, karena berjaya sebagai negosiator nonpemerintah membantu pembebasan empat warga Malaysia yang diculik kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
"Saya kecewa keluar di website KBRI timbul permasalahan dikaitkan ke nama YKKM. Saya sudah jelaskan secara resmi dan secara langung ke Pak Herman, program ini kebajikan bukan hanya untuk warga Indonesia, namun untuk seluruh warga asing di Malaysia," kata Halim ketika ditemui di kantornya.
Ia menjelaskan YKKM mendapat mandat untuk membantu kerajaan melalui program pendataan warga asing selama 10 tahun.
Berdasarkan data pemerintah, Halim mengatakan ada 9,7 juta warga asing dari 33 negara berada di Malaysia tapi hanya 2,1 juta yang berdokumen sah.
Namun, tidak ada data pasti siapa 7,6 juta warga asing ilegal itu, sehingga keberadaan mereka bagaikan bom waktu yang bisa menimbulkan masalah luar biasa bagi Malaysia.
"Tapi ramai yang khilaf apabila kita salah diartikan menyasar kepada tenaga kerja asing. Padahal program ini untuk menjaga kebajikan semua warga asing seusia dari bayi hingga ke warga tua dan orang kurang upaya atau cacat," katanya.
Halim menunjukan kartu tersebut memiliki kode batang (barcode) dan nomor sebagai identitas sementara bagi warga asing ilegal semasa menunggu proses dokumentasi disahkan Kerajaan Malaysia.
Kode itu terhubung ke program data yang berisikan nama, agama, status dan ahli waris.
Pemegang kartu itu mendapat perkhidmatan pampasan (bantuan) kematian apabila meninggal karena kecelakaan di Malaysia, mendapat pengurusan dan pengantaran jenazah kepada pewaris serta sumbangan uang duka RM3.000.
Dengan mendaftar YKKM, secara otomatis melantik pihaknya sebagai juru perunding bagi warga asing ilegal apabila ada masalah hukum, seperti tidak memegang dokumen sah.
Karena kemudahan itu, lanjutnya, lebih 3.000 orang mendaftar sejak program pendataan diluncurkan pada Mei 2016, mayoritas adalah TKI ilegal.
Namun bantuan itu tidak berlaku untuk kasus kriminal seperti obat terlarang, pembunuhan, perjudian dan prostitusi.
"Karena YKKM tidak ada kuasa, hanya ada budi bahasa sahaja yang boleh membantu mereka sebagai untuk jembatan untuk berbicara, penghubung dengan agensi-agensi kerajaan. Bersandarkan kepada YKKM adalah badan yang diperbadankan di bawah jabatan perdana menteri," katanya.
Halim juga membantah YKKM bermotif bisnis semata.
"Kita punya hasrat murni membantu untuk masyarakat komuniti warga asing. Hanya 300 ringgit bayaran seumur hidup bagi mereka mendaftar, dan tahunannya 100 ringgit biayanya karena kita punya jaringan ada biaya yang naik, dulunya 4.800 sekarang 5.800 jadi terpaksa kita naikan sedikit," katanya.
Pembayaran dan pendaftarannya melalui pihak kantor pusat dan pengurus daerah yang dilantik.
YKKM kini memiliki 200 relawan yang beroperasi di 132 daerah di Malaysia, kecuali di Sabah dan Serawak.
"Mereka semua dibekali surat lantikan dan kartu pengenal sah," ujarnya.
Ia berasumsi, anggapan keliru itu berasal dari fenomena kartu "sakti" yang ramai terjadi di Indonesia dari berbagai program kemudahan di era Presiden Joko Widodo.
"Fenomena kartu sakti yang dibawa ke Malaysia, padahal kita sudah katakan ini bukan kartu sakti, bukan kartu kebal, tetapi pemahaman mereka tetap mengatakan yang ini kartu kebal. Padahal ini bukan, ini adalah kartu kebajikan," ujarnya.
Dubes Herman Prayitno memahami pengurus YKKM merasa sakit hati nama mereka disebut, padahal surat edaran itu ditujukan untuk WNI. "Maklumat itu untuk rakyat kita," katanya.
Dubes mengatakan sudah membuat janji bertemu pihak YKKM pada 5 Agustus 2016 untuk menjelaskan persoalannya.
Yang perlu ditekankan adalah, bagi semua WNI yang ingin bekerja di Malaysia untuk melengkapi dokumen melalui jalur resmi secara sah agar tidak timbul masalah.
"Yang penting untuk saudara-saudara kita, bahwa yang ilegal itu salah. Mungkin orang lain juga memanfaatkan, baik itu oknum-oknum dari Indonesia dan oknum-oknum dari Malaysia suka memanfaatkan TKI ilegal karena mereka takut. Mereka bilang saya jamin, padahal ya tidak," katanya.
Berita Lainnya
Rencana ribuan TKI pulang lewat Pelabuhan Dumai bikin warga cemas
25 March 2020 19:02 WIB
Ribuan TKI terkena "lockdown" Malaysia akan pulang via Pelabuhan Dumai, begini penjelasannya
25 March 2020 13:25 WIB
Ribuan TKI Diprediksi Mudik Saat Lebaran
30 July 2012 16:50 WIB
Ribuan TKI Padati Pelabuhan Dumai
27 August 2011 3:40 WIB
3 juta batang rokok ilegal dimusnahkan Bea Cukai Tembilahan
17 December 2024 15:57 WIB
BC Dumai musnahkan rokok, sepatu dan kosmetik ilegal senilai Rp1 M
12 December 2024 16:20 WIB
Bea Cukai Bengkalis musnahkan 29 ton bawang putih ilegal
11 December 2024 15:01 WIB
2.440 PMI dipulangkan melalui Kepri dan Riau
29 November 2024 7:50 WIB