Selidiki Aliran Duit Korupsi Embarkasi Haji, Kejati Periksa Istri Tersangka

id selidiki aliran, duit korupsi, embarkasi haji, kejati periksa, istri tersangka

Selidiki Aliran Duit Korupsi Embarkasi Haji, Kejati Periksa Istri Tersangka

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau menyelidiki aliran dana dugaan korupsi pada pembebasan lahan embarkasi haji di Pekanbaru.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Kasidik Pidsus) Kejati Riau, Rahmad Surya Lubis saat ditemui wartawan di Pekanbaru setelah penyidik memeriksa istri tersangka NV, Kamis.

"Hari ini kita memeriksa istri tersangka NV. Pemeriksaan itu untuk mengetahui kemana saja aliran dana dugaan korupsi tersebut," katanya.

NV atau Nimron Varasian sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp8,3 miliar tersebut. Kerugian itu berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Riau.

"Keterangan istrinya memang kita butuhkan untuk mengetahui apakah ada aliran dana (dugaan korupsi itu) ke hartanya," lanjutnya.

Sebelumnya penyidik memeriksa sejumlah saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi perkara tersebut. Diantara saksi yang dimintai keterangannya itu adalah Hotma Rahmawati, Firdaus dan Damsir. Mereka merupakan pemilik tanah yang masuk dalam lahan pembangunan embarkasi.

Menurut Rachmad, ketiga saksi itu merupakan saksi fakta untuk melengkapi berkas tersangka Nimron Varasian atau NV.

Selain itu, penyidik juga telah memintai keterangan Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi Riau, Abdul Latif, serta dua saksi lainnya, yakni Yendra selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan, dan Devi Rizaldi. Nama terakhir, saat kegiatan pengadaan lahan dilakukan, menjabat sebagai salah seorang Kepala Bagian di Setdaprov Riau, serta mantan Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Wan Syamsir Yus.

Dalam kasus dugaan korupsi itu, selain NV, penyidik juga telah menetapkan Muhammad Guntur sebagai tersangka. Guntur merupakan mantan Kepala Biro Tata Pemerintahan di Provinsi Riau.

Kasus ini bermula ketika 2012 Pemprov Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasi anggaran kegiatan pengadaan tanah asrama haji senilai Rp17.958.525.000.

Tanah yang terletak di Kota Pekanbaru itu dimiliki beberapa warga, dengan dasar hukum berupa sertifikat tanah, SKT (Surat Keterangan Tanah), dan SKGR (Surat Keterangan Ganti Rugi). Berdasarkan penetapan harga oleh tim penilai (appraisal), harga tanah tersebut bervariasi antara Rp320.000 hingga Rp425.000 per meter.

Penyidik Kejati Riau menduga ada penyimpangan dalam pembebasan lahan tersebut. Dugaan pelanggaran berupa harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan.

Selain itu, pembayaran atas tanah juga tidak berdasarkan kepada harga nyata tanah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.