Sambungan dari hal 1 ..
Nuklir Aman
Terkait dengan tingkat keamanan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), ia memperkirakan hal tersebut bisa menjadi lebih aman dalam kurun waktu 10 tahun, setelah ada teknologi yang lebih maju.
"Nantinya kalau teknologi nuklir lebih aman, saya kira dalam 10 tahun nanti. Saya bicara dengan ahli nuklir mungkin tenaga nuklir itu di bawah tanah," kata Kalla.
Menurut Kalla, fasilitas PLTN yang terletak di bawah tanah memiliki tingkat keamanan yang lebih baik daripada berada di permukaan tanah.
Terlepas dari skema pembangunan yang diwacanakan oleh Wapres Jusuf Kalla tersebut, secara umum PLTN dinilai aman untuk dioperasikan.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Deendarlianto menyampaikan bahwa nuklir sangat aman untuk digunakan sebagai sumber energi atau pembangkit listrik.
"Kalau mengacu pada standar keamanan internasional, mulai dari "pressurized water reactor" hingga "high temperature reactor" belum pernah ada resiko kegagalan yang terjadi," kata Deen.
Ketika ditemui di Jakarta, ia menilai bahwa kekhawatiran pemerintah untuk mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan hal kurang tepat.
Menurut dia, Indonesia perlu segera mengembangkan sebuah sumber energi baru karena kebutuhan terhadap hal tersebut sudah sangat mendesak.
"Keraguan pemerintah ada pada skala kecil. Untuk kebutuhan industri skala kecil kita bisa manfaatkan Torium untuk memenuhinya," tukas Kepala Pusat Studi Energi UGM itu.
Selain itu, menurut dia, pengoperasian PLTN dinilai lebih efisien karena mampu menghasilkan energi listrik yang besar namun lebih murah dalam investasi pembangunan fasilitas reaktor nuklir.
"Untuk (membangun) satu reaktor nuklir membutuhkan biaya Rp40 triliun. Namun kan harga jual energinya sangat murah, pasokan sumber daya alamnya pun kita sudah punya. Di Kalimantan kita punya uranium, di Bangka Belitung ada plutonium," tuturnya.
Ia memaparkan, bahwa cadangan kedua sumber daya mineral tersebut jika digunakan sebagai PLTN dapat menghasilkan daya sebesar 33 gigawatt yang bisa digunakan selama 30 tahun.
"Tapi itu semua belum dieksplorasi, jadi ini ya sangat disayangkan. Presiden harus punya komitmen yang kuat jika mau menjalankan program ini," katanya.
Kesiapan Kaltim
Hingga saat ini Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah yang menyatakan kesiapannya untuk menjadi basis awal PLTN di Indonesia.
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak menegaskan niat daerahnya untuk memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir dan segera meminta izin kepada pemerintah untuk rencana pembangunannya.
"Kami tinggal minta izin presiden dan kami sangat berharap diizinkan," kata Awang Faroek kepada Antara di Balikpapan.
Menurut ia, apabila pemerintah pusat telah mengeluarkan izin yang dimaksud, maka pembangunan PLTN bisa dimulai pada tahun 2016.
Pemprov Kaltim sudah melakukan sejumlah kajian yang diperlukan untuk pembangunan PLTN tersebut, dengan rencana lokasi pembangunan di Talisayan (Kabupaten Berau) dan di Kecamatan Sangatta (Kabupaten Kutai Timur).
"Kita perlu lahan di pesisir, dekat laut dan pelabuhan," tambah gubernur.
Soal pemilihan kawasan pesisir, Awang Faroek menjelaskan hal itu untuk memudahkan pengangkutan material di awal pembangunan dan kemudian kemudahan menyampaikan pasokan segala kebutuhan.
Selain itu, Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional), lanjut Awang, juga sudah menyampaikan dukungan atas proyek pembangunan PLTN yang pra-studi kelayakannya sudah dilakukan pada 2007-2009.
Dalam kajian Batan, dua wilayah tersebut adalah lokasi paling potensial dan aman berdasarkan pertimbangan tapak, kesiapan teknologi, kondisi infrastruktur dan potensi pengembangan regional.
Ia juga menyampaikan bahwa Pemprov Kaltim telah menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Industri Nuklir Indonesia (Inuki) untuk turut dalam pembangunan PLTN.
Kedua institusi itu meyakini Kaltim merupakan pulau yang aman untuk membangun pembangkit karena bebas dari gempa.
"PLTN itu cocok di Kaltim karena tidak ada gempa. Kami sudah bilang mau mintakan izinnya ke Presiden Jokowi besok. Kalau diizinkan, saya bersama Batan akan bisa mulai pembangunan PLTN di Kaltim," kata Awang.
Menurut dia, provinsi Kalimantan Timur cocok untuk dibangun PLTN mengingat daerah tersebut tidak rawan bencana alam seperti gempa bumi.
Pemerintah mengaku tengah mempertimbangkan energi nuklir sebagai sumber energi penyokong peningkatan rasio elektrifikasi Indonesia.
Dalam catatan Kementerian ESDM, pada 2015, sumber energi listrik terbesar masih berasal dari batubara dengan persentase 52,80 persen, diikuti dengan gas 24 persen, dan BBM 11,45 persen.
Pemerintah menargetkan pada 2019 penggunaan BBM untuk pembangkit listrik sudah harus di bawah 2 persen, batubara 60 persen, dan gas 25 persen.
"Kami sudah siap 50 megawatt di tahap awal (pengoperasian PLTN). Nantinya tentu bisa berkembang menjadi hingga 1.000 megawatt," kata Awang.