Moskow (ANTARA) - Pembangunan kembali sistem layanan kesehatan di Jalur Gaza, Palestina, membutuhkan sedikitnya 7 miliar dolar AS (sekitar Rp116,3 triliun), kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dia mengatakan pada Kamis bahwa tidak ada satu pun rumah sakit di Gaza yang berfungsi secara normal dan hanya 14 rumah sakit yang masih beroperasi.
Baca juga: Palestina Sambut Hangat Putusan ICJ: Menuntut Keadilan dan Tanggung Jawab Israel
Hingga kini, Gaza masih menghadapi krisis obat-obatan, peralatan medis, dan tenaga kesehatan, kata Tedros.
Dia meminta negara-negara lain lebih aktif menerima pasien dari Gaza agar mereka mendapatkan perawatan medis.
Menurut WHO, sekitar 15.000 orang di Gaza masih membutuhkan evakuasi medis, termasuk 4.000 anak. Sementara itu, 700 orang meninggal selagi menunggu proses evakuasi.
Trump mengusulkan rencana perdamaian di Gaza berisi 20 poin pada 29 September, yang menyerukan gencatan senjata segera, dengan syarat pembebasan sandera dalam waktu 72 jam.
Rencana itu juga mengusulkan agar Hamas atau kelompok bersenjata Palestina lainnya tidak disertakan dalam pemerintahan baru di Jalur Gaza dan kendali wilayah itu diserahkan kepada komite teknokrat yang diawasi badan internasional pimpinan Trump.
Pada 9 Oktober, Israel dan Hamas mencapai kesepakatan untuk melaksanakan tahap pertama rencana itu guna mengakhiri konflik bersenjata di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama dua tahun.
Pada 13 Oktober, Trump, Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menandatangani deklarasi gencatan senjata di wilayah kantong Palestina itu.
Baca juga: WHO: Warga Gaza Tetap Kelaparan Meski Gencatan Senjata Telah Berlaku
Kesepakatan tersebut mensyaratkan Hamas untuk membebaskan 20 sandera Israel yang masih hidup dan telah ditahan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Sebagai imbalannya, Israel membebaskan 1.718 tahanan Palestina dari Gaza dan 250 tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Sumber: Sputnik/RIA Novosti
