Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pengurangan masa hukuman mantan Gubernur Riau Rusli Zainal dari 14 tahun menjadi 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Riau menjadi rapor merah penegakkan hukum, demikian pengamat hukum, Syahrul Akmal Latif.
"Apa yang menjadi keputusan pengadilan walau itu bentuk kasasi atau banding tentunya ada banyak pertimbangan. Namun semuanya kembali pada penilaian publik," kata Syahrul kepada Antara di Pekanbaru, Rabu siang.
Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya menetapkan Gubernur Riau Rusli Zainal sebagai tersangka dalam tiga kasus dugaan korupsi.
Pertama, kasus penerimaan hadiah terkait Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Kedua, pemberian hadiah terkait pembahasan Perda yang sama.
Terakhir terkait perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait pengesahan bagan kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) 2001-2006.
Untuk kasus pertama, KPK menjerat Rusli dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus kedua, Rusli dianggap melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b, kemudian Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara kasus ketiga, Rusli dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Pengadilan Negeri Pekanbaru akhirnya memutuskan Rusli Zainal dihukum 14 tahun kurungan dan tim pengacara melakukan banding ke pengadilan tinggi.
Hasilnya pada Selasa (5/8), Rusli Zainal dikurangi masa hukumannya menjadi hanya sepuluh tahun penjara.
Menurut pengamat, putusan mengurangi masa hukuman untuk terdakwa kasus korupsi saat banding di pengadilan tinggi sebenarnya sangat jarang terjadi.
"Namun ternyata ini terjadi di Riau dan sebagai lawannya, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus segera mengambil tindakan dengan kembali mengajukan kasasi," katanya.