Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai kemungkinan mencapai kesepakatan perdagangan dengan Tiongkok.
“Pelemahan rupiah terpangkas setelah Trump menyatakan pihaknya terbuka terhadap perjanjian dagang baru dengan China. Pernyataan tersebut memicu ekspektasi meredanya perang dagang antara AS dan China yang pada gilirannya mendorong apresiasi mata uang Asia,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Selain itu, depresiasi dolar AS yang membuat mata uang Asia, termasuk rupiah menguat karena pernyataan Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, yang memperkirakan bahwa pihaknya bakal memangkas suku bunga kebijakan dua kali pada 2025, kendati masih ada ketidakpastian.
“Pernyataannya meningkatkan kemungkinan Fed untuk memangkas suku bunga kebijakan lebih dari sekali tahun ini,” katanya.
Melihat faktor domestik, defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) menyempit menjadi -0,32 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari 0,56 persen dari PDB pada kuartal IV-2024, sementara CAD pada 2024 melebar dari -0,15 persen dari PDB menjadi -0,63 persen dari PDB.
“Melebarnya CAD disebabkan oleh normalisasi harga komoditas global, yang diikuti oleh pemulihan permintaan domestik,” tutur Josua.
Nilai tukar rupiah (kurs) pada pembukaan perdagangan Jumat di Jakarta menguat hingga 52 poin atau 0,32 persen menjadi Rp16.286 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.338 per dolar AS.
Baca juga: Nilai tukar rupiah melemah seiring sikap Fed ingin tahan suku bunga lebih lama
Baca juga: Nilai tukar rupiah diperkirakan berkonsolidasi dengan potensi menguat terbatas