Pekanbaru (ANTARA) - Armilis Ramaini selaku kuasa hukum Koppsa-M menyatakan tudingan kuasa hukum PTPN IV Regional III (dahulu PTPN V) bahwa Nusirwan seolah-olah menggelapkan keuangan negara hingga Rp140 miliar adalah sebagai hal yang mengada-ada.
"Jelas missleading dan mengada-ada," kata Armilis di Pekanbaru, Jumat, menanggapi berita sebelumnya yang berjudulMantan karyawan PTPN kemplang keuangan negara hingga Rp140 miliar
Dia menjelaskan, adapun Rp140 miliar tersebut sebenarnya merupakan nilai yang dibayarkan oleh PTPN kepada bank atas dana pinjaman dari bank untuk pembangunan kebun di Desa Pangkalan Baru.
Sejatinya pembayaran kredit perbankan ini diatur dalam perjanjian KKPA dan Keputusan Gubernur Riau No. 7 tahun 2001 dimana seharusnya pembayaran kredit perbankan bersumber dari sepertiga hasil kebun.
Namun demikian, lanjutnya, pada faktanya proporsi sepertiga dari hasil kebun tersebut tidak mencukupi, dikarenakan PTPN lalai dalam menjalankan pembangunan dan pengelolaan kebun sesuai perjanjian KKPA.
Hingga saat ini setelah hampir 25 tahun kebun dibangun, luasan areal kebun yang dibangun oleh PTPN tidak sampai setengah dari yang diperjanjikan. Luasan kebun yang berhasil dibangun oleh PTPN hanya sekitar 600 ha dari 1.650 ha yang diperjanjikan dalam Perjanjian KKPA, parahnya kondisi 600 ha kebun tersebut juga sebagian besar terbengkalai tidak terawat dan tidak maksimal produktifitasnya.
Perihal kegagalan PTPN dalam membangun kebun ini sebenarnya telah sejak 2018 diungkapkan oleh laporan dari Pemerintah Kabupaten Kampar melalui laporan dan temuan yang diungkapkan Dinas Perkebunan.
Hal serupa juga telah menjadi temuan tim Koppsa-M setelah melakukan audit agronomi atas kebun sawit yang dibangunoleh PTPN.
Tidak optimalnya produksi sawit karena kelalaian PTPN dalam membangun dan mengelola kebun ini, menyebabkan proporsi hasil kebun yang dialokasikan sebagai pembayaran hutang tidak mencukupi. Karenanya PTPN sebagai avalist (penjamin hutang) berkewajiban untuk membayar hutang ke pihak perbankan tersebut hingga nilai hutang berikut bunganya membengkak sampai Rp140 miliar.
"Sehingga apabila kuasa hukum PTPN mengklaim Rp140 miliar digelapkan oleh koperasi jelas yang bersangkutan tidak mengerti duduk perkara sehingga mengeluarkan pernyataan konyol," ujarnya.
Lebih lanjut, dana kredit dari bank senilai puluhan miliar untuk pembangunan kebun sawit di Desa Pangkalan Baru seluruhnya masuk ke rekening PTPN dan dikelola sendiri oleh PTPN pula sehingga menjadi aneh apabila PTPN menuduh koperasi yang menggelapkan dana tersebut.
Terkait hal ini, kata Armilis, sikap koperasi sejak awal sudah jelas. Koperasi meminta dan mendorong BPK dan KPK untuk memeriksa dan melakukan audit atas penggunaan dana kredit pembangunan kebun tersebut, karena hingga saat ini PTPN tidak pernah terbuka mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut kepada koperasi dan masyarakat pemilik kebun.
Selain itu, pernyataan kuasa hukum PTPN yang seolah-olah dirinya bertindak bak pahlawan bagi masyarakat jelas menyesatkan. Melalui kuasa hukumnya, PTPN justru hendak merampas tanah masyarakat dengan meminta sita eksekusi atas tanah masyarakat sebagaimana ternyata dalam petitum gugatannya yang diajukan ke PN Bangkinang.
Padahal PTPN sebagai perusahaan milik negara harusnya mengutamakan kepentingan masyarakat alih-alih menindas dan berupaya merampas tanah masyarakat.