Polda Riau ungkap persetubuhan anak di bawah umur serta LGBT di Pekanbaru

id Polda Riau,LGBT di Pekanbaru

Polda Riau ungkap persetubuhan anak di bawah umur serta LGBT di Pekanbaru

Polda Riau saat pengungkapan kasus persetubuhan anak di bawah umur serta LGBT di Pekanbaru. (ANTARA/Annisa Firdausi)

Pekanbaru (ANTARA) - Ditreskrimum Polda Riau mengamankan dua tersangka berinisial RAP (20) dan MMA (23) atas dugaan persetubuhan anak di bawah umur dan LGBT beberapa waktu lalu.

Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Anom Karibianto saat pengungkapan kasus, Jumat, menjelaskan pelaku RAP mengenal korbannya dari sebuah aplikasi.

Aplikasi tersebut diketahui memang menjadi tempat para pria saling berkenalan. Di sana ia mengenal B (16) dan komunikasi berlanjut hingga ke WhatsApp dan Instagram.

"Pada Juli lalu, pelaku mendatangi kost korban dan mengajak berhubungan badan, namun ditolak korban," terang Kombes Anom.

Tak berhenti di sana, walaupun mendapat penolakan dari korban, tersangka memaksa untuk dilakukan oral seks.

Korban yang merasa trauma atas kejadian yang dialaminya kemudian melaporkan ke orangtuanya dan membuat laporan ke SPKT Polda Riau.

"Tersangka kami amankan di bengkel orangtuanya di Kuantan Sengingi pada Agustus lalu," paparnya.

Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, diketahui RAP ternyata terinfeksi virus HIV/AIDS.

Lanjut Kombes Anom, perkara serupa dialami korban lain yang juga berusia 16 tahun di salah satu hotel di Kota Pekanbaru.

Dalam perkara ini, korban dan tersangka MMA bahkan melakukan hubungan badan layaknya suami istri di salah satu kamar hotel.

"Korban yang trauma juga melaporkan ke ayahnya, dan membuat laporan untuk diusut lebih lanjut," urai Kombes Anom.

Di tempat yang sama, Direskrimum Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan menjelaskan tersangka RAP tak bisa dihadirkan dalam pengungkapan kasus karena kondisi kesehatannya menurun.

"RAP mengidap HIV dan kondisi kesehatannya memburuk. Saat ini di RSUD Arifin Ahmad. Dikhawatirkan juga apabila di tahanan akan menulari tahanan lain," papar Kombes Asep.

Lebih lanjut, dijelaskannya dua tersangka yang melakukan perbuatan keji ini saat duduk di bangku SD juga merupakan korban.

"Kedua tersangka dulunya memang pernah menjadi korban saat SD. Kini mereka menjadi pelakunya," ucapnya.

Selain itu, Asep menambahkan pihaknya akan mendalami aplikasi yang menjadi tempat berkenalan tersangka dan korban untuk pengusutan lebih lanjut.

Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan atas pasal 76 E Jo pasal 82 UU RI nomor 17 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan UU nomor 23 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.