Pekanbaru (ANTARA) - Ditreskrimum Polda Riau menangkap Ketua Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (Petir) berinisial JS atas dugaan tindak pidana pemerasan terhadap sebuah perusahaan di Riau, Rabu (15/10).
Wakil Direktur Reskrimum Polda Riau AKBP Sunhot Silalahi saat pengungkapan kasus, Kamis, menjelaskan penangkapan dilakukan di sebuah hotel di Pekanbaru.
JS diduga memeras pihak perusahaan setelah memuat pemberitaan yang mencemarkan nama baik Group First Resources di berbagai media daring.
“Berawal dari aksi tersangka yang memuat berita di 24 media online bahwa Group First Resources merugikan negara Rp1,4 triliun. Dalam pemberitaan itu, pihak perusahaan tidak diberikan hak jawab,” papar AKBP Sunhot.
Menurutnya, ketika perusahaan meminta hak jawab, pelaku justru meminta uang dan mengancam akan menggelar demonstrasi di Jakarta selama tujuh hari berturut-turut. Karena merasa diperas, korban kemudian melapor ke Polda Riau.
Modus pelaku yakni dengan meminta uang sebesar Rp5 miliar. Setelah dilakukan negosiasi, disepakati angka Rp1 miliar, dengan pembayaran uang muka Rp150 juta.
“Pada saat korban membawa uang muka Rp150 juta di hotel tempat pertemuan, tim langsung melakukan penyergapan dan mengamankan tersangka bersama barang bukti uang tunai tersebut,” ujarnya.
Sehari setelah penangkapan, penyidik melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi yang diduga digunakan pelaku sebagai tempat operasional, termasuk rumah dan kantor ormas PETIR.
Dari hasil penggeledahan, ditemukan laptop, buku tabungan, dokumen surat tanah, serta puluhan surat klarifikasi yang dikirim ke 14 perusahaan berbeda.
“Surat-surat itu berisi permintaan klarifikasi atas isu korupsi dan lingkungan, namun di baliknya terdapat indikasi kuat praktik pemerasan,” lanjutnya.
Penyidik masih mendalami kemungkinan adanya korban lain dari tindakan serupa. JS dijerat Pasal 369 KUHP tentang tindak pidana pemerasan dengan ancaman hukuman penjara maksimal empat tahun.
“Kami terus mendalami aliran dana, pola komunikasi, serta keterlibatan pihak lain. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka tambahan,” ungkap Sunhot.
Kasus ini turut mendapat perhatian dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM. Berdasarkan data Kemendagri, Ormas Petir berbadan hukum sejak 31 Agustus 2021 dengan pembaruan surat keputusan terakhir pada 5 November 2024.
Direktur Ormas Kemendagri Budi Arwan menyatakan, dugaan keterlibatan pengurus ormas dalam tindak pidana bisa menjadi dasar sanksi administratif hingga pencabutan status badan hukum.
“Jika terbukti melakukan pemerasan atau kekerasan, maka sesuai Pasal 59 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, badan hukumnya dapat dicabut,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Kanwil Kemenkumham Riau, Febri, menegaskan tindakan JS merupakan pelanggaran hukum.
"Ini pelanggaran, sehingga kami akan merekomendasikan pencabutan izin dari Ormas Petir,” tegasnya.