Jakarta (ANTARA) - Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk mengalokasikan sebagian besar anggaran pendidikan khusus untuk mencetak pebisnis atau entrepreneur Indonesia.
Pakar Ekonomi Islam tersebut mengatakan hal serupa pernah dilalukan oleh Mantan Menteri Keuangan Indonesia Sumitro Djojohadikusumo pada zaman dahulu, yang menerapkan Sistem Gerakan Benteng, guna mengubah struktur ekonomi peninggalan Belanda menuju ekonomi nasional.
"Hal ini menurut Sumitro perlu dilakukan, karena peta penguasaan ekonomi yang ada tampak sekali berat sebelah dan cenderung mengedepankan kepentingan pengusaha asing, serta tidak menguntungkan bagi pengusaha pribumi atau penduduk asli," katanya melalui keterangan di Jakarta, Rabu.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menambahkan program tersebut dilaksanakan dengan memberikan keistimewaan pada importir beretnis pribumi, yang diberi kewenangan melakukan impor khusus dengan mendapatkan jatah devisa dengan kurs murah.
Ia melanjutkan penerapan program ini juga dilakukan dengan memberikan kredit modal kepada para pengusaha etnis pribumi, sebab pada saat itu mereka dinilai sulit untuk memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan, terutama dari dunia perbankan.
Namun demikian, lanjut Anwar, pada saat itu program tersebut dinilai gagal karena para pengusaha pribumi yang didukung oleh pemerintah tidak memiliki mentalitas sebagai pengusaha yang tangguh, dimana mereka tidak mampu bersaing dengan para pengusaha dari etnis Tionghoa.
"Meskipun demikian, gagasan Sumitro ini bila dikaitkan dengan peta perekonomian nasional saat ini tentu masih sangat relevan untuk dilanjutkan, agar negeri ini ke depan bisa berjalan dengan baik tanpa ada kecemburuan sosial ekonomi di antara sesama warga bangsa," ujarnya.
Menurut Anwar, saat ini terdapat semacam kecemburuan sosial akibat penguasaan perekonomian nasional saat ini sangat didominasi oleh Warga Negara Indonesia dari etnis tertentu, seperti etnis Tionghoa.
Ia mengatakan dalam hal ini tidak ada yang bisa disalahkan, karena etnis pribumi tidak sepiawai etnis Tionghoa dalam menjadi seorang pebisnis.
Namun demikian, lanjutnya, hal ini tidak hanya menjadi keresahan dari penduduk etnis pribumi, tapi juga telah menjadi perhatian besar dari para pengusaha besar seperti Ciputra, yang merupakan konglomerat bidang properti dari kalangan etnis Tionghoa.
"Oleh karena itu jalan keluarnya, kata Ciputra, pemerintah harus bisa mengalokasikan sebagian besar anggaran pendidikan yang dimilikinya untuk mencetak para entrepreneur melalui jalur pendidikan yang ada. Sehingga, keseimbangan jumlah entrepreneur dalam perekonomian nasional bisa tercipta dan stabilitas sosial ekonomi serta politik nasional ke depan dapat terwujud sesuai dengan yang kita harapkan," tutur Anwar Abbas.
Baca juga: MUI nilai penyelenggaraan ibadah haji 2024 lebih baik dari tahun sebelumnya
Baca juga: MUI: Tradisi Lebaran Ketupat tidak bertentangan dengan Islam
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB