Jakarta (ANTARA) - Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sangat penting bagi seseorang untuk memperhatikan total asupan kalori ketika makan bila ingin menurunkan berat badannya menjadi ideal.
Dilansir dari Medical Daily, Selasa, dalam studi yang diterbitkan Annals of Internal Medicine, menemukan bahwa penurunan berat badan akibat makan dengan batasan waktu hampir identik dengan penghitungan kalori tradisional.
Studi ini menemukan bahwa jumlah total kalori yang dikonsumsi sepanjang hari lebih penting dibandingkan jumlah kalori yang dikonsumsi.
Makan dengan batasan waktu atau yang dikenal sebagai puasa intermiten adalah pendekatan diet yang berpusat pada waktu makan, bukan pelacakan kalori. Metode ini melibatkan siklus antara periode puasa dan makan.
Dengan aturan populer seperti metode puasa selama 16 jam dan makan selama jendela delapan jam atau metode puasa 14 jam diikuti dengan 10 jam.
Selain penurunan berat badan, penelitian menunjukkan bahwa hal ini berkaitan erat dengan peningkatan kesehatan jantung, obesitas, dan diabetes.
Kemudian, para peneliti dari Universitas Johns Hopkins menggunakan uji coba terkontrol secara acak yang melibatkan 41 peserta dengan obesitas dan pradiabetes. Para peserta dialokasikan ke jendela makan dengan batasan waktu 10 jam atau kelompok yang mengikuti penghitungan kalori untuk studi terbarunya.
Total kebutuhan kalori diperkirakan pada awal penelitian berdasarkan riwayat peserta dan tingkat aktivitas, dan kalori yang sama disediakan untuk semua peserta selama penelitian. Kedua kelompok mengonsumsi makanan dengan kandungan nutrisi dan total kalori yang sama.
Sementara peserta dalam kelompok penghitungan kalori makan antara jam 8 pagi hingga tengah malam, dengan mayoritas asupan kalori pada malam hari, peserta dalam kelompok penghitungan kalori makan antara jam 8 pagi hingga 6 sore dan mengonsumsi sebagian besar kalori mereka sebelum jam 1 siang setiap hari.
Setelah tiga bulan, para peneliti mengevaluasi peserta untuk mengukur penurunan berat badan, perubahan kadar glukosa puasa, lingkar pinggang, tekanan darah, dan kadar lipid. Mereka kemudian mencatat bahwa tidak ada perbedaan hasil yang signifikan antara kedua kelompok.
“Pada pola makan isocaloric, TRE (time-restricted feeding) tidak menurunkan berat badan atau memperbaiki homeostatis glukosa dibandingkan dengan UEP, hal ini menunjukkan bahwa efek TRE pada berat badan pada penelitian sebelumnya mungkin disebabkan oleh pengurangan asupan kalori,” ujar para peneliti.
Hasilnya menunjukkan bahwa setiap penurunan berat badan yang diamati dengan pembatasan waktu makan mungkin disebabkan, setidaknya sebagian, oleh penurunan konsumsi kalori secara keseluruhan.
Baca juga: Ahli gizi: diet ekstrem kurang dari 800 kalori sehari tak boleh sembarang
Baca juga: Antisipasi Asupan Kalori Berlebihan, Cobalah Sarapan Jamur Di Pagi Hari
Berita Lainnya
Menaker Yassierli sebut miliki JKP sebagai langkah mitigasi hadapi PHK
26 November 2024 17:03 WIB
Presiden Prabowo naikkan Rp2 juta untuk guru non-ASN dan 1 gaji pokok untuk ASN
26 November 2024 16:54 WIB
Majelis Permusyawaratan Rakyat resmi bentuk Kaukus Kebangsaan dan Pembangunan Berkelanjutan
26 November 2024 16:48 WIB
Telkomsel hyper AI terapkan teknologi self-adaptive feedback terbaru bersama ZTE untuk perkuat jaringan 4G di Makassar dan Kendari
26 November 2024 16:28 WIB
Ini upaya BPBD DKI Jakarta agar TPS aman dari banjir saat pilkada
26 November 2024 16:19 WIB
Di hadapan Presiden Prabowo dan MBZ, Menteri ESDM sepakati kerja sama energi
26 November 2024 16:14 WIB
Akademisi: Indonesia berpotensi tinggi kembangkan industri dirgantara dalam negeri
26 November 2024 16:07 WIB
Presiden Prabowo Subianto panggil menteri-menteri bahas bansos hingga gaji guru
26 November 2024 15:40 WIB