Pekanbaru (ANTARA) - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru membatalkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Riau Syamsuar, tentang pemberhentian empat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bengkalis periode 2019-2024.
Empat anggota DPRD tersebut ialah Rubi Handoko, Al Azmi, Septian Nugraha dan Safroni Untung.
Putusan itu dijatuhkan majelis hakim PTUN Pekanbaru yang diketuai Ros Endang Naibaho dengan hakim anggota Rahmad Tobrani dan Endri.
Dalam putusannya majelis hakim PTUN Pekanbaru menguatkan Penetapan Nomor: 38/G/2023/PTUN.PBR tanggal 12 Oktober 2023 tentang Penundaan Pelaksanaan Objek Sengketa yakni pemberhentian dan Pengganti Antar Waktu (PAW) empat anggota DPRD Bengkalis tersebut.
"Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian," kata hakim dalam putusannya yang dilihat dari SIIP PTUN Pekanbaru, Rabu.
Majelis hakim menyatakan SK Gubernur Riau tentang peresmian pemberhentian anggota DPRD Bengkalis dan pengangkatan pengganti Rubi Handoko, Al Azmi, Septian Nugraha dan Safroni Untung batal dan memerintahkan tergugat mencabut SK tersebut.
Sebelumnya, Rubi Handoko, Al Azmi, Septian Nugraha dan Safroni Untung menggugat Syamsuar yang juga selaku Ketua DPD Partai Golkar Riau ke PTUN Pekanbaru atas pemberhentian dan menandatangi SK PAW mereka sebagai anggota DPRD Bengkalis.
Keempat anggota DPRD Bengkalis itu menilai SK tersebut melanggar hukum dan Syamsuar tidak menghormati proses hukum yang mereka lakukan di Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis. Pada gugatan di PN Bengkalis, Syamsuar, termasuk salah satu tergugat.
Belakangan Syamsuar mengundurkandiri sebagai Gubernur Riau karena mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) DPR RI pada Pemilu 2024.
Atas putusan PTUN Pekanbaru itu,
Harris Wilson dari Kantor Hukum Patar Pangasian dan Rekan yang merupakan kuasa hukum empat anggota dewan tersebut menilai putusan hakim sudah tepat dan benar.
"Kami setuju pertimbangan hakim dalam perkara tersebut yang menilai jika Gubernur Riau tergesa-gesa sehingga melanggar asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dalam menerbitkan SK PAW klien kami," ujar Harris.
Harris menyebut, sejak awal pihaknya sudah mengatakan SK mengandung cacat prosedur karena melanggar ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Pasal 104 ayat (5), Pasal 105 ayat (1) dan Pasal 111 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018.
"Saat ini gugatan klien kami dikabulkan hakim. Dengan putusan ini, maka empat klien kami masih sah sebagai anggota dewan. Untuk itu polemik terkait masalah ini selesai, agar semua pihak menghormati putusan dari majelis hakim," pungkasnya.