PBB: Pasokan bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza sangat terbatas
PBB (ANTARA) - Dua puluh truk yang membawa bantuan kemanusiaan memasuki Gaza dari Mesir pada Senin (23/10), tetapi jumlah itu masih jauh dari mencukupi, kata para aktivis kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin.
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) PBB mengatakan 20 truk telah melintasi titik perbatasan Rafah menuju Gaza pada Senin.
Separuh dari rombongan truk tersebut membawa bantuan dari PBB berupa air, makanan, dan obat-obatan.
Pada Sabtu (21/10) dan Minggu (22/10), sebanyak 34 truk berhasil masuk ke Gaza dengan membawa pasokan bantuan penyelamat nyawa.
Jumlah ini setara dengan tak lebih dari 4 persen dari rata-rata volume harian komoditas yang masuk ke Gaza sebelum krisis baru-baru ini, kata OCHA.
Sebuah konvoi 20 truk bantuan memasuki Gaza melalui Rafah pada Sabtu, yang pertama dalam dua pekan terakhir sejak eskalasi ketegangan antara Israel dan Palestina.
Kiriman bantuan yang masuk ke Gaza belum termasuk bahan bakar. Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East/UNRWA), yang sejauh ini merupakan penyedia bantuan kemanusiaan terbesar di Gaza, akan kehabisan cadangan bahan bakarnya dalam dua hari ke depan, kata OCHA.
Ketiadaan bahan bakar berarti tidak ada desalinasi air yang berfungsi. Ketiadaan bahan bakar juga berarti bahwa para mitra kemanusiaan harus memusatkan hampir seluruh operasi pengiriman bantuan mereka pada pengangkutan air. Ini juga berarti tidak ada toko roti dan rumah sakit yang beroperasi," kata OCHA".
Jumlah pengungsi internal di Gaza diperkirakan mencapai 1,4 juta jiwa, dengan hampir 580.000 orang berlindung di 150 tempat penampungan darurat yang ditunjuk oleh UNRWA. Para aktivis kemanusiaan memperingatkan tentang kepadatan berlebih, mengingat rata-rata jumlah individu di setiap tempat penampungan telah melampaui 2,5 kali lipat dari kapasitasnya, kata OCHA.
Keadaan di banyak rumah sakit masih sangat memprihatinkan akibat kurangnya pasokan listrik, obat-obatan, perlengkapan, dan tenaga ahli. Rumah Sakit Shifa di Gaza City, yang merupakan rumah sakit terbesar di Jalur Gaza, saat ini merawat sekitar 5.000 pasien, jauh melebihi kapasitasnya yang hanya 700 pasien. Jumlah ini ditambah dengan sekitar 45.000 pengungsi internal yang mencari perlindungan di dalam dan sekitar rumah sakit itu, kata OCHA.
Hingga Kamis (19/10), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendokumentasikan 62 serangan terhadap sektor layanan kesehatan, yang berdampak terhadap 29 fasilitas kesehatan dan 23 ambulans. Tujuh rumah sakit, yang semuanya berada di Gaza City dan Gaza utara, terpaksa ditutup karena mengalami kerusakan, krisis listrik dan pasokan, serta perintah evakuasi, kata OCHA.
Selama 14 hari berturut-turut, Gaza masih mengalami pemadaman listrik total, kata OCHA.
Baca juga: Badan-badan PBB desak dunia agar "berbuat lebih" untuk Gaza
Baca juga: Kampanye Indonesia dalam Dewan Hak Asasi Manusia PBB
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) PBB mengatakan 20 truk telah melintasi titik perbatasan Rafah menuju Gaza pada Senin.
Separuh dari rombongan truk tersebut membawa bantuan dari PBB berupa air, makanan, dan obat-obatan.
Pada Sabtu (21/10) dan Minggu (22/10), sebanyak 34 truk berhasil masuk ke Gaza dengan membawa pasokan bantuan penyelamat nyawa.
Jumlah ini setara dengan tak lebih dari 4 persen dari rata-rata volume harian komoditas yang masuk ke Gaza sebelum krisis baru-baru ini, kata OCHA.
Sebuah konvoi 20 truk bantuan memasuki Gaza melalui Rafah pada Sabtu, yang pertama dalam dua pekan terakhir sejak eskalasi ketegangan antara Israel dan Palestina.
Kiriman bantuan yang masuk ke Gaza belum termasuk bahan bakar. Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East/UNRWA), yang sejauh ini merupakan penyedia bantuan kemanusiaan terbesar di Gaza, akan kehabisan cadangan bahan bakarnya dalam dua hari ke depan, kata OCHA.
Ketiadaan bahan bakar berarti tidak ada desalinasi air yang berfungsi. Ketiadaan bahan bakar juga berarti bahwa para mitra kemanusiaan harus memusatkan hampir seluruh operasi pengiriman bantuan mereka pada pengangkutan air. Ini juga berarti tidak ada toko roti dan rumah sakit yang beroperasi," kata OCHA".
Jumlah pengungsi internal di Gaza diperkirakan mencapai 1,4 juta jiwa, dengan hampir 580.000 orang berlindung di 150 tempat penampungan darurat yang ditunjuk oleh UNRWA. Para aktivis kemanusiaan memperingatkan tentang kepadatan berlebih, mengingat rata-rata jumlah individu di setiap tempat penampungan telah melampaui 2,5 kali lipat dari kapasitasnya, kata OCHA.
Keadaan di banyak rumah sakit masih sangat memprihatinkan akibat kurangnya pasokan listrik, obat-obatan, perlengkapan, dan tenaga ahli. Rumah Sakit Shifa di Gaza City, yang merupakan rumah sakit terbesar di Jalur Gaza, saat ini merawat sekitar 5.000 pasien, jauh melebihi kapasitasnya yang hanya 700 pasien. Jumlah ini ditambah dengan sekitar 45.000 pengungsi internal yang mencari perlindungan di dalam dan sekitar rumah sakit itu, kata OCHA.
Hingga Kamis (19/10), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendokumentasikan 62 serangan terhadap sektor layanan kesehatan, yang berdampak terhadap 29 fasilitas kesehatan dan 23 ambulans. Tujuh rumah sakit, yang semuanya berada di Gaza City dan Gaza utara, terpaksa ditutup karena mengalami kerusakan, krisis listrik dan pasokan, serta perintah evakuasi, kata OCHA.
Selama 14 hari berturut-turut, Gaza masih mengalami pemadaman listrik total, kata OCHA.
Baca juga: Badan-badan PBB desak dunia agar "berbuat lebih" untuk Gaza
Baca juga: Kampanye Indonesia dalam Dewan Hak Asasi Manusia PBB